Kamis, 12 Juni 2008

Tiga Sayap

Bumi Tuhan dipenuhi makhluk yang berseliweran tengah petang ini. Terlalu beragam kegiatan yang mereka lakukan. Yang sedang bercengkrama pun beragam. Mulai yang kasat mata sampai yang mampu terasai oleh indera peraba. Disini, sesosok Setan tampak membuntuti sepasang manusia yang sejatinya tak pernah mampu merasai keberadaan Sang Setan. Pun tentang keberadaan Malaikat dikanan mereka. Pasangan itu terus berjalan menuju halte bus beberapa meter didepan mereka. Diikui Setan yang terus saja membisikkan rayuannya, bergantian pada Sang lelaki dan wanitanya.
”Berhenti menggangu mereka!"
"Cih", Setan melengos atas hardikan Malaikat. Petang ini banyak sekali orang berlalu-lalang. Terlihat seorang Ibu yang menggenggam erat anak laki-lakinya yang berusia sekitar 8 tahun, hendak menyeberang jalan. Bergegas menuju rumahnya yang nyaman. Ditengah jalan sana, beberapa mobil terlihat sibuk mengejar senja. Sedang sepasang manusia tadi kini telah berada di halte dan terlihat sedang menunggu bus yang akan menjemput mereka.

Melayang terbang, Setan hendak meninggalkan angin yang barusan dijadikannya alas duduk
"Mau kemana kamu?" Tanya Malaikat penuh prasangka.
"Mau ikut?" tawar Setan dengan senyum liciknya. Dia pun kemudian terbang kearah utara menuju tempat beberapa meter dari tempatnya semula. Entah apa muslihat yang sedang dia buat.

Senja baru saja tersamar berganti pekat kemerahan. Kumandang adzan maghrib sudah 20 menit lalu terdengar. Tapi masih banyak saja orang-orang yang masih sibuk mengejar asa untuk kehidupan dunianya. Namun, pun tak sedikit yang telah bercahaya wajahnya oleh air wudlu. Tak banyak yang tahu, bagaimana cahaya itu memancar dari wajah mereka. Mungkin hanya Setan-setan dan para Malaikat yang mampu melihatnya saat ini.

Malaikat kini terbang mengepakkan ketiga sayapnya mengelilingi sepasang makhluk berbeda jenis yang memang sedari tadi ditunggui olehnya dan Sang Setan.

"Beres..", Setan yang tadi menghilang kini telah lagi terlihat. Secepat kilat dia telah muncul lagi disamping Malaikat dengan sorot mata kepuasan. Sedang Malaikat mengedarkan pandangannya dan menemukan betapa banyak Setan yang sedang berkeliaran. Salah satunya berada beberapa jarak darinya dan sedang membisiki seorang penjual kacamata untuk menipu konsumennya yang bermata biru dan berambut kuning jagung.
"Hah, tak sia-sia aku meminta Tuhan menangguhkan waktuku hingga kiamat nanti," Setan memulai cerita tanpa diminta dengan terus saja memperhatikan pasangan yang jadi incarannya. Setan memang tak pernah tau apakah episode pasangan yang sedari tadi ditungguinya bersama Sang Malaikat akan dimenangkan olehnya atau oleh Sang Malaikat. Tapi Setan tidak pernah menyerah untuk berusaha agar kemenangan bisa didapatkannya.
"Tapi Tuhan tidak buta!" jawab Malaikat
"Tapi aku pun cerdik!"
"Kamu tidak akan pernah sembuh dengan kesombonganmu"
"Alah!", Setan mengibaskan tangan ke udara didepan hidungnya, "Tunggu dan Lihat saja bagaimana 2 makhluk tolol ini akan menikmati moment kebersamaan mereka kali ini".
Malaikat menjaga posisinya agar tetap diudara degan tetap mengepakkan ketiga sayapnya, pelan.
"Aku yakin, kau tak akan berhasil dengan semua ini. Sepertimu, aku sedari tadi bersama mereka. Dan aku tau sekali bahwa mereka sebenarnya tak menginginkan moment seperti saat ini. Semua ini kamu yang mensiasati".
"Sengaja!"
Kepakan sayap Malaikat berhenti. Kini dia telah duduk diatas awan yang gelap oleh malam.
"Apa kamu tidak mendengar debar jantung mereka? Debaran jantung yang melebihi biasanya". Setan menyeringai. Sekelebatan berikutnya, Setan telah meluncur kearah pasangan tadi.
"Tidakkah kau melihat pipi yang kemerahan karena malu ini?" teriak Setan pada Malaikat diatas sana. Sang gadis terlihat memalingkan muka pada lelaki disampingnya. Tak mau kedapatan kalau pipinya sedang memerah malu. Teriakan Setan sama sekali tak mengganggu pendengarannya yang memang tak mampu didengar telinga manusia-nya.
"Licik!" rutuk Malaikat.
"Cerdik. Pintar berkelit!". Imbuh Setan sendiri atas sifat-sifatnya. Giginya yang tajam-tajam meneringai meneteskan lendir saat ia menarik bibirnya kesamping dan menyebutnya sebagai sebuah senyuman.
"Inilah aku. Kamu akan lihat betapa aku akan memiliki banyak sekali teman di neraka nanti" Setan bertepuk tangan pelan membayangkan kemenangannya.
"Huh, aku melihat semua muslihatmu. Aku juga menyaksikan kesucian hati pasangan yang sedang kau goda itu. Bagaimana mereka berusaha menjaga hati mereka agar tak terjamah olehmu".
"Tapi mereka CUMA manusia. Kamu lupa? Bagaimana mereka disebut-sebut sebagai gembong kesalahan dan kealpaan?"
"Salah! Bukan 'gembong'. Khilaf dan kesalahan mereka hanya sesekali saja".
"Itu kan menurut mereka! Manusia-manusia itu tidak pernah menyadari betapa seringnya mereka mengulang kesalahan yang sama. Khilaf pada hal yang tidak berbeda. Cih!"
Malaikat menarik sedikit bibir kanannya kebelakang sambil melirik kearah setan, "Kamu lupa satu hal rupanya. Manusia-manusia itu mulia atas anugerah husus dari Tuhan, akal. Satu hal yang tidak diberikan kepada makhluk selain mereka".
"Apa peduliku? Toh banyak saja dari mereka yang masuk jebakanku. Karena mereka jarang menggunakan otak mereka!"
Malaikat mengelengkan kepalanya, "Kamu salah mengenali manusia-manusia itu"
"Malaikat, kamu masih mau mengingkari kecerdikanku? Bagaimana aku mensiasati dosa yang kini dipikul sepasang muda-mudi dibawah sana? Bagaimana aku mengatur alasan agar mereka bisa bertemu? Kemudian agar mereka berjalan beriringan dengan alasan karena mereka akan menuju halte yang sama? Bagaimana sang lelaki tetap berada disamping wanitanya dan mengatakan bahwa dia akan tetap disitu sampai sang wanita mendapatkan busnya?"
"Tapi kamu juga tidak bisa mengingkari, bagaimana mereka tetap menjauhi hal-hal yang tidak disukai Tuhan mereka. Mereka sedari tadi menghindari perbincangan. Karena mereka tahu, sekali saja mereka membuka topik perbincangan, maka akan semakin berat hati mereka untuk mengahirinya"
"Ck..ck..ck..", Setan menggerak-gerakkan jari telunjuk didepan wajahnya, "Belum. Aku belum berheti dengan usahaku menjadikan mereka temanku dineraka nanti. Kamu tahu bagaimana mereka menikmati kebersamaan mereka saat ini? Kamu tidak tuli atas kata hati mereka, Malaikat. Aku tahu kamu dapat mendengarnya, sepertiku yang bisa melakukan hal yang sama. Sebenarnya saat ini mereka tahu bahwa aku ada diantara mereka, menggoda mereka dan mengelitik hati mereka. Tapi apa? Toh mereka tetap membiarkanku berada disini dan tidak mengusirku. Kurang cerdik apa aku? Terbukti bahwa semua taktikku mampu membutakan nalar mereka, bukan?" sombong Setan, lagi.
Malaikat turun dari awan gelap meluncur kebumi. Kakinya telah hampir menyentuh tanah ketika kemudian secara otomatis ketiga sayapnya membentang, mengepak dan membuatnya tetap berada diatas angin. Kemudian Malaikat terlihat mendekati pasangan tadi. Mendengarkan detak jantung mereka dan merekam tiap kata hati mereka. Sesaat kemudian Malaikat terlihat mencatat sesuatu pada lembaran-lembaran yang selalu melekat dibawanya.

Merasa telah selesai dengan tugasnya, Malaikat kini mendekati Setan yang masih menunggu ending 'kisah muda-mudi' yang dari tadi digodainya itu, "Makhluk tak berotak seperti kamu saja secerdik ini," Setan menyipitkan matanya. Tersilau cahaya Sang Malaikat, "apalagi manusia!" sambung Malaikat sambil meninggalkan Setan.
"Eeeeergghh…", geram Setan terhina, "aku tidak akan pernah berhenti mengganggu manusia!" ikrar Setan.
"Sepertinya, aku sudah pernah mendengar kata-kata yag sama sejak kau diusir dari surga dulu. Sering mendengar, bahkan. Tapi aku tidak yakin dengan semua kata-katamu itu. Musuhmu itu bukan makhluk sembarangan, Setan. Aku hawatir kamu kalah cerdik".
"Akulah makhluk Tuhan paling cerdik!"
Malaikat kembali dibikin tersenyum oleh kata-kata Setan. "Para manusia itu telah cukup dengan keberadaan Tuhan mereka sebagaia Dzat yang Maha Megetahui. Dzat yang paling mengerti dan memahami apa yang hati mereka suarakan. Ditambah dengan catatanku ini," Malaikat mengacungkan lembaran-lembaran ditangannya, "akan membela mereka saat mulut mereka tak lagi mampu bercerita nanti."
Malaikat hendak beranjak kelangit ketika urung dan kembali terbang mendekati Setan dan berkata, "Makhluk yang kau jadikan musuhmu itu bukan makhluk sembarangan. Kau bersiap saja untuk kalah". Kini Malaikat telah hilang dibalik kelam, meninggalkan Setan yang masih saja memperhatikan pasangan tadi.

"Take care ya" kata sang lelaki dengan cueknya pada wanitanya yang masih berpura-pura seolah tak terjadi apa-apa degan jantungnya yang berdetak kencang, dan pada pipinya yang memerah malu saat Sang wanita hendak menaiki bus yang dari tadi ditunggunya.
Setan menyeringai puas dan bertepuk tangan bahagia saat tahu bahwa kini koleksi 'teman di nereka'nya telah bertambah lagi. Riang, Setan terbang berputar-putar mengelilingi Sang lelaki yang kini sendirian hendak kembali kerumahnya. Namun beberapa jenak kemudian Setan dibuat aneh oleh mata Sang lelaki yang menatap kearahnya.
"Bukankah aku tak terlihat oleh mereka?" gumam Setan. Ia mulai tak nyaman dengan tatapan itu. Semula didekat Sang lelaki, kini Setan terbang berpindah tempat. Tapi tatapan tajam itu tetap menghujam kearahnya. Setan merasakan tubuhnya mulai bergetar aneh. Dan getaran itu berubah geram, kemarahan, sesaat setelah melihat lelaki dibawah sana tiba-tiba membentangkan ketiga sayap yang sedari tadi disembunyikannya. Pelan, makhluk yang berwujud lelaki itu terbang kearah langit. Tersenyum santun penuh kemenangan kepada Setan dan meninggalkannya yang terkejut, termangu diam.





Saat kita tahu bahwa semakin kita tahu, kita hanya semakin tidak tahu.