Rabu, 24 Desember 2008

ConspiratioN


Angin yang berhembus mendesah sepi. Hanya dingin yang menyambut. Sebagian besar penduduk memilih bersembunyi dibalik dinding mereka. Menghindari ngilu yang menyergap pada tiap pori-pori. Tiada keramahan dimalam hari musim dingin. Tidak. Meski kau memilih memakai selimut awan bermerek sekalipun, angin tak berbentuk itu akan meliuk menelusuri celah, berpura-pura membelai kulitmu, kemudian pelan-pelan menikam tulangmu dan menggerogotinya secara perlahan.


"Apa kita tidak bisa memilih tempat yang lebih hangat untuk bermusyawarah?", protes seorang anggota majlis

"Lupa kamu, kalau dingin sudah tidak lagi mampu mengganggu rapat penting ini", gertak yang lain

"Sepenting itukah?"

"Menurutmu kenapa kau jauh-jauh diundang kesini? Dan kenapa juga mereka rela jauh-jauh datang kesini," ujung jarinya menunjuk berkeliling, ke sebuah barisan mahluk sesamanya yang terbang mengambang, melayang membentuk sebuah barisan-barisan perang melingkar, dan para pembesar mereka berkumpul ditengah-tengah.

"Siapa target kita sekarang?" seperti tanpa ragu akan kekuatan sang musuh, seorang pembesar dengan ekor merahnya yang dikibas-kibaskan, bertanya sambil memasang wajah serius.

Pemimpin para pembesar itu menyebutkan sebuah nama, disusul gidikan ngeri segenap anggota majelis. Tapi tidak oleh barisan perang tadi. Mereka riuh dengan suara mereka sendiri yang jumlahnya ribuan itu. Mana bisa mereka mendengar suara para pembesar mereka yang berjarak beberapa meter ditengah sana. Dan mereka hanya tinggal menunggu waktu untuk mengetahui siapa target mereka saat ini hingga harus mendatangkan sekian tentara pilihan dari bangsa mereka.

"Kamu yakin kita akan bisa melakukan misi ini?" pemimpin dari satu suku bertanduk menyuarakan keraguannya.

"Lalu kenapa kamu berpikir kita tidak bisa melakukannya?"jawab Sang pemimpin.

Sang pemimpin mondar-mandir mencari siasat, sedang angin yang berkali-kali berhembus dijawabnya bisu tanpa mengeluh sedikitpun tentang betapa dinginnya malam itu.


Plok..plok..

Dua kali tepukan tangan --ah, apa jari-jari panjang tak teratur dengan lendir yang terus menerus keluar dari sela-sela jari itu bisa disebuat sebagai tangan-- dari sang pemimpin memberikan isyarat kepada seluruh laskar yang melingkarinya bagaikan pusaran air itu untuk diam. Seketika kesunyian malam menyambut kebisuan mereka. Semua mata kini tertuju kearaha tengah dimana para pembesar dan --tentunya-- sang pemimpin berada. Tidak sesosokpun berbicara, semua sosok bergeming, kecuali satu sosok pembesar yang seperti tak bisa mengontrol ekor merahnya yang terus saja mengibas-kibas.

"Wahaaai.. Yang berkumpul untukku", suara membahana tanpa pantulan, terbebas dibawa angin mampir ke telinga seluruh mahkluk yang hadir disana

"Demi semua kejahatan dan kebencian yang menjadi bagian dari diri kita, aku perintahkan kalian untuk mendukungku"

Semua diam, sunyi, menunggu kata-kata berikutnya yang akan keluar

"Aku, dan semua pembesar kalian, telah sepakat untuk menjatuhkan.." nafasnya mendesah memberi jeda, membuat semua telinga makhluk disekitarnya bergerak-gerak kecil tak ingin salah menangkap getaran suara berikutnya.

"..Fulan!!!..", lanjutnya. Semua mulut terkatup rapat, sebagian membelalakkan mata, hingga terdengar sebuah jeritan dari sekian barisan perang yang menggulung. Keadaan kembali tak terkendali oleh riuh mereka, kecuali para pembesar yang terlihat tetap berwibawa. Para pasukan itu mengumpat, protes.

"Gila apa! itu namanya bunuh diri", seru sesosok dari para prajurit itu pada temannya

"Satu bacaan ta'awudz darinya saja mampu membakar satu kompi dari pasukan kita!", yang lain menguatkan. Teman dibelakangnya hanya mampu melirik kanan-kiri, berharap mendengar keoptimisan dari mulut para prajurit itu. Nihil.

"Aku menyesal kenapa dulu aku bergabung kedalam lingkaran ini"

"Menyesal itu bagian dari diri kita, kawan", kata yang lain mengingatkan.

Mata sang pemimpin membelalak melihat reaksi pasukannya yang ketakutan. Seperti membuang kemarahan itu pada tatapannya yang kemudian dialihkan kearah pembesar-pembesar didekatnya, memunculkan perasaan tak nyaman.


Rapat ditutup dengan keriuhan yang sama. Namun tidak menyurutkan dilaksanakannya misi kontradiktif malam itu. Semua telah dirancang. Bahkan lama sebelum sesosokpun dari mereka pernah memikirkannya.

"Aku pikir pemimpin kita sudah gila", bincang sosok pembesar bertanduk, sepanjang perjalanan pulang.

"Sssstt.. jangan sampai dia mendengar perkataanmu itu!", sosok tua diantara mereka ahirnya berbicara, dengan tetap fokuspada arah terbangnya.

"Apa kita akan menyia-siakan kekekalan yang kita miliki hanya untuk menyerang satu mahkluk bernama manusia itu?"

"Kesia-siaan kan juga bagian dari diri kita", kata yang lain. Terlihat dibelakangnya sederet pasukan yang membuntutinya.


***


Sebuah musik berdengung melapisi dinding, memenuhi seluruh ruangan yang ada, menggema melewati udara hingga bingar keluar, memanggil siapa saja yang melewati tempat itu untuk mampir. Namun tidak untuk Fulan. Dia masih tenang menikmati sajian hatinya yang terus berbicara tentang Tuhannya, tentang ketakutannya jika sampai membuat Tuhannya 'marah'.

"Bos, ini tidak mungkin", protes sesosok pasukan pada pembesarnya melihat keadaan Fulan yang setenang itu.

"Mungkin!", balas sang pembesar memotivasi.

Terlihat salah satu dari mereka melipat sayapnya, menjelma sebagai gadis cantik dengan perut terbuka memperlihatkan bentuk indah perutnya, mencoba menggoda Fulan. Lama sang pembesar memperhatikan dari atas angin, namun yang didapatinya adalah sebuah kegagalan. Sang pasukan kembali menghadap pembesarnya dan melaporkan tugas yang dipasrahkannya, mengira nasibnya habis hanya sampai disini.

"Kita kembali ke markas", sebuah keputusan diambil dan memberi kelegaan pada sang prajurit.


***


"Bodoh!! Semuanya gagal!! Seeeemuanya! Kenapa semuanya!", sang pemimpin marah besar. Taktik telah disusun, langkah sudah diambil tapi tak satupun kompi yang dikirim mampu menyelesaikan tugasnya.

"Aaaaaggghhh!!!" Raungan sang pemimpin menyapa seluruh pendengaran yang ada, mengirim amarah, membuat para pembesar tak berani mengangkat wajah mereka, meminta maaf.

"Saya sudah mengira bahwa misi ini tidak akan berhasil, tuan", sesosok dari mereka memberanikan diri berbicara. Dengusan yang keluar dari hidung sang pemimpin membuat yang lain memilih untuk tetap terdiam.

"Baiknya kita ganti saja target kita.."

"Tidak!!!", spontan sang pemimpin memotong usul yang baginya tak pantas diajukan.

"Berapa banyak waktu yang sudah kuhabiskan untuk semua ini", jubah kebesaran yang dikenakannya mengibas mengusir angin saat sang pemimpin berpaling. Musyawarah demi musyawarahpun berulang dilakukan.

"Kalian tahu? Prestige kita akan melejit naik kalau kita berhasil menyelesaikan misi ini. Dunia tidak akan lagi meremehkan keberadaan kita!"


***


Fulan diserang kebimbangan pada hatinya. Ahir-ahir ini dia merasa betapa sulit hatinya mencintai. Yang ada disekitarnya terlihat begitu memuakkan. Kata-kata manis, sapaan saat bertemu sesama, tawaran bantuan yang diikuti balas jasa, berbagi... Keihlasan? apa itu keihlasan? Dia kehilangan arti. Semua yang pernah diketahuinya tentang kebaikan menyublim! Perlahan-lahan, naluri yang memberitahunya bahwa dia telah mengetahui banyak hal membuatnya ragu, bagaimana kalau selama ini ternyata hal-hal yang membuatnya mengerti ternyata memanggil ketidakmengertian-ketidakmengertian yang lain. Fulan gundah, Fulan dalam ketidaktahuannya, Fulan ahirnya terjebak!


***


"Hahhahah..", suara sang pemimpin kembali membahana dalam majlis yang sama, sebuah tawa kemenangan!

"Good job", Pujinya entah pada siapa, hanya tatapan mata tanpa katup yang berputar menyapu para pembesar yang hadir.

"Kemana? Kemana sang pemilik ekor merah", tanyanya mengabsen

"Saya, tuanku", jawab Yang dicari.

"Licik! Kamu benar-benar licik!", pujinya. Dia membelai-belai dagunya membayangkan episode selanjutnya yang akan berlangsung. "Menyerang dari hati, sebuah ide yang sungguh licik", hatinya tak berhenti membenci.


***


Pening yang sedari tadi timbul tak juga pergi. Fulan kini hendak berjalan pulang, alkohol yang mengaliri darahnya menghilangkan ekuilibrium tubuhnya. Berulang kali permohonan maaf dimintakan pada Tuhannya, dalam keadaan sempoyongan. Tak pernah sekalipun terbersit dibenaknya melakukan hal terlarang itu. Padahal seteguk saja yang diminumnya, baginya telah merusakkan sebagian besar apa yang telah dia jaga selama ini. Bibirnya tak henti memohonkan belas dari Tuhan atas kekhilafannya. Dalam tatihnya, dia menabrak seorang gadis dengan sekeranjang jeruk ditangan kanannya, membuat isinya berhamburan keluar.

"Maaf.. maafkan saya. Saya yang salah", kini Fulan semakin merasa bersalah

"Tidak apa-apa tuanku. Biar saya saja", sang gadis mengambil semua yang tercecer, beranjak hendak pergi saat kemudian mendapati bahwa Fulan telah setengah sadar terjatuh dilengannya minta ditatih.

"Tuan.. Tuan kenapa?", suara lembut yang keluar dari gadis ayu dengan mata bulat besar mengerjap-kerjap indah yang barusan ditabraknya menyeret Fulan jauh ke alam yang tak dikenalnya. Hanya hitam putih, hanya ketidakjelasan, hanya suara gadis itu yang terus terdengar menyerang hatinya, membuatnya semakin mabuk dalam buaian.


Diatas angin sana, sesosok pembesar diikuti anak buahnya berbisik pada pembesar-pembesar lain yang turut memperhatikan kejadian dibumi sana, "Wanita itu jelmaan anak buahku", akunya bangga.


Malam berlalu dalam diam, pening yang Fulan rasakan semalam masih sedikit tertinggal. Dia belum benar-benar mampu membuka mata dengan kesadaran yang belum utuh ketika suara lembut yang tertangkap oleh telinganya adalah sebuah isakan. Berat, dia mencoba memanggil seluruh kesadarannya dan melihat kenyataan bahwa entah kapan dia telah berada diatas ranjang bersama gadis ayu pembawa jeruk yang kini mata besarnya basah oleh air mata.

"Saya..saya.. Tuanku telah..hiks..hiks", isakan tangis sang gadis membuat kata-katanya tak beraturan. Serupa kekacauan yang terjadi di'dunia' Fulan. Hatinya hancur, pikirannya kalut, mulutnya merutuk. Belum selesai permintaan maaf yang diminta pada Tuhannya untuk kejadian semalam atas khamr yang diteguknya. Dan kini...

"Aku...aku...". gagap Fulan tak percaya

"Iya.. hiks. Tuan semalam melakukannya.." Mata itu kini tak lagi tampak ayu, malah membengkak mengalirkan airmata yang sedari tadi tak berhenti menuruni pipinya yang putih.

"Dan tuan harus bertanggungjawab, tuan harus menikahi saya", masih terdengar isak tangis sang gadis. Keringat sebesar jagung merayapi pelipis Fulan. Kengerian atas dosanya, ketakutan atas semua ketidaksiapannya pada kesalahan-kesalahan yang tidak dilakukannya.

"Tap..tapi aku.. aku tidak melakukannya", bela Fulan pada dirinya

"Tuan melakukannya!", sang gadis menjerit putus asa

Entah darimana datangnya, siapa yang memberitahu dan siapa yang memberikan informasi, pintu kamar dimana Fulan dan gadis ayu itu berada didobrak paksa dan terbuka. Tampak seorang laki-laki dengan baju menjuntai ketanah menyeret debu dengan paksa agar ikut bersamanya, mendengus penuh amarah ditambah atribut menyeramkan ditangannya yang siap mengambil nyawa siapa saja membuat Fulan berpikir cepat untuk memprediksi siapa gerangan lelaki yang berdiri beberapa meter didepannya.

"Kau apakan Anakku!!!"

Dugaan Fulan benar! Lelaki itu adalah Ayah dari gadis yang semalam ditidurinya. Langkah sang Ayah cepat mendekati Fulan sambil mengayunkan gadanya, secepat otak Fulan yang mengatur siasat menghindari sabetan gada dan berlari meninggalkan tempat terkutuk itu. Gada meleset dari tubuh Fulan, ia berhasil berkelit. Tangannya menangkis gada, memelintir pergelangan tangan lawannya dan membuat serangan balik dengan mengarahkan gada pada arah yang berlawanan. Berhasil! Fulan berhasil memberikan perlawanan, ketika kemudian Fulan sadari bermili-mili darah keluar dari gada yang menancap tepat didada lawannya. Sang gadis menjerit mendramatisir suasana, menyuarakan kelemahannya. Semakin panik, Fulan benar-benar berlari keluar. Meninggalkan tanggungjawabnya, meninggalkan sosok yang ditusuknya, meninggalkan gadis yang tadinya begitu memikat hatinya.


***


Pesta kecil terjadi diatas langit. Gelombang pasukan yang berbaris menyanyikan kebahagiaan

"Aku tidak menyangka kita akan berjalan sejauh ini", sosok pembesar bertanduk berbisik pada temannya sesama pembesar.

"Beluuum! Kita bukan hanya akan berhenti sampai disini!" seringai sang pemimpin. Ambisinya begitu besar demi membuat dunia agar mengakui eksistensinya.

Mata tanpa katup miliknya menyiratkan dendam. Dendam pada Adam dan semua anak turunnya, siapapun!


***


Fulan terengah-engah mengambil nafas. Hampir seluruh tubuhnya terendam didalam tanah. Hanya kepalanya yang terlihat tersisa diatas permukaan tanah. Hidungnya begitu dekat dengan tanah, hingga semua yang dihirupnya adalah tanah, dan itu membuatnya semakin sulit bernafas.

"Benarkah lelaki ini yang telah menghamilimu dan membunuh ayahmu?", tanya seorang penduduk desa sambil menyeret seorang gadis untuk melihat siapa yang ditanam didepannya. Dengan kepiluan yang mengalir bersama airmatanya, sang gadispun mengangguk mengiyakan. Dan umpama sebuah komando, orang-orang yang telah ramai mengelilingi pun melempar batu yang telah dipersiapkan. Tak bisa bergerak, batu-batu itu telak merobek-robek kulit wajah Fulan. Membentur tengkorak kepalanya, menghantam syaraf-syaraf dikepalanya memunculnya rasa nyeri yang tak terperi. Mulutnya meringis menahan perih pada ujung bibirnya yang sobek oleh hantaman batu, entah siapa yang membuang batu itu. Tapi sang pelaku telah begitu geram dengan semua perbuatan yang dialkukan Fulan.

"Ternyata kamu lebih busuk dari kami!", umpat seorang penduduk sambil meludah didepan Fulan.

"Tangisanmu saat kau terjatuh dan tak sengaja mencabut seonggok rumput, adalah palsu!", tambah yang lain memprovokasi.

Hati Fulan merintih. Tak tahu apalagi yang harus dilakukan. Bagaimana dia membela diri jika semua penduduk telah melihat sendiri dengan mata mereka atas apa-apa yang telah dilakukan Fulan.

Matahari hendak beranjak pergi, meninggalkan Fulan ditemani darah yang tak henti mengucur. Orang-orang telah puas melampiaskan amarahnya dan kembali kerumahnya masing-masing, membawa cerita tentang betapa taatnya Fulan, dan bagaimana kini Fulan terjebak pada perbuatan setan. Debu yang telah banyak menyumbat hidung, perih yang melumuri kepala Fulan dan semua perasaan yang dideritanya memunculkan rasa haus pada tenggorokannya. Pasukan berduyun-duyun diatas sana memperlihatkan senyuman. Sang pemimpin bersiap turun menemui Fulan, "Sekaranglah waktunya", gumamnya.

Fulan memanggil-manggil Tuhannya, meminta belas dari Tuhannya dan masih meyakini bahwa dia hanya menyembah Tuhan yang telah menciptakannya beserta ujian-ujian yang beruntun diterimanya. Sebentuk mahkluk menjelma didepan mata Fulan. Sebuah jubah kebesaran tanpa kaki yang menjuntai, menantang andrenalin Fulan untuk menatap keatas dan melihat siapa didepannya.

Sebuah seringai menyambutnya, "Kamu haus? Kamu butuh air minum, bukan?", sang pemimpin tersenyum penuh kemenangan diikuti sorak sorai dari seluruh pengikutnya diatas angin sana.

Hati Fulan ingin terus bertahan dengan keadaannya saat ini, namun rasa hausnya terasa lebih menyiksa.

"Ini minuman untukmu tapi kamu harus menyembahku", sebuah tawaran tak menguntungkan dari sang pemimpin untuk Fulan. Kebimbangan menyerang, sebuah keputusan besar harus diambil

"Aku menyembah Tuhanku, dan bukan kamu!", teguh Fulan

"Dengan meminum air ini, kau akan tetap hidup dan itu bisa memberimu waktu untuk meminta ampun atas semua perbuatanmu". Seteko air dikucurkan didepan tubuh Fulan yang masih tertanam didalam tanah kecuali kepalanya itu, membuat Fulan menggerak-gerakkan mulutnya, berharap lidahnya yang terjulur akan menyentuh air yang terkucur segar itu. Fulan tak berpikir panjang, Fulan ceroboh, Fulan terlalu tergesa-gesa hingga ahirnya, "Baiklah.. baiklah..", Nafasnya terengah-engah, "Saksikanlah bahwa sejak saat ini, aku adalah hambamu, aku menyembahmu", Fulan memutuskan. Ia tundukkan pandangannya sebagai isyarat bahwa dia telah menghamba pada mahkluk didepannya, pada mahkluk selain Tuhannya.

Bumi menghembuskan angin membawa kesunyian, pun membawa nyawa Fulan menghadap Tuhan. Padahal belum lagi air segar itu dialirkan ke tenggorokan Fulan..


Seketika, teriakan riuh dari para pembesar berikut pasukannya memenuhi jagat, menandakan kemenangan akan pembuktian eksistensinya sebagai salah satu mahklukNya, sebagai musuh terbesar Adam, melarutkan tawa kebanggaan yang keluar dari mulut Ifrit yang berlendir, sang pemimpin.


***


"Tidur, sayang. Mungkin tidak saat ini, tapi suatu saat kamu pasti akan mengerti maksud dongeng ini..."





Barsesha, terimakasih


Sabtu, 15 November 2008

...Allah Knows...

Ngedengerin lagu Zain Bikha "Allah Knows" akan selalu membawa kita pada banyak rasa yang mengisi hati. Syair dalam lagu tersebut gak panjang-panjang amat, tapi emang sedikit syair yg dibaca berulang2. Model syairnya kayak punyanya Daniel Bedingfield yang "if you're not the one" itu, yg jg lagu faforitku, dengan sedikit pengulangan pada syairnya.
Tiap kali lagi ngeras sendirian, akan lbh enak ngedengerin lagu "Allah knows" ini. Kerennya, kesan bahwa Allah emang ADA, lbh dr itu, bahwa Allah memang TAU dan MENGERTI ttg kita, berasa banget dr lagu ini. Gi ngerasa bersalah, gi ngerasa jd "korban", gi ngerasa bahagia banget krn cinta, gi ngerasa beruntung krn diberi izin utk hidup dan memiliki byk sahabat yg mencintai kita, gi ngerasa dipojokkan oleh hidup, ato gi ngerasa "g punya rasa" bakalan enjoy aja ngedengrin lagu ini.
Seolah memberi banyak dukungan, mendatangkan intuisi de el el. Kita dah berusaha jauh2 dateng demi sebuah janji, ternyata yg ngajakin janjian malah g dateng! tenang, "Allah knows" kok dgn usaha kita yang telah ngebela-belain g nonton film bagus demi menepati janji tersebut. Ato gi enak-enak chatting, tiba-tiba ada ID temen sendiri yang ternyata memandangmu sebagai seorang yang hina dengan segala caci-makinya yang tiba-tiba. "Allah knows" kok klo tuduhan itu gak seperti apa yg dia ucapkan. "Allah knows" kenapa kamu melakukan apa yg udah kamu lakukan, yang pastinya kamu punya alasan melakukannya. Ato, pagi-pagi, semua orang serumah bangun bareng-bareng. Sempet becanda-becanda juga. Ada salah seorang yang buru-buru musti masuk kerja, meski udah telat, dan cuma sempet bikin sarapan -mie telor- buat dia sendiri. Sedangkan yg lain? begitu tau minimnya bahan makanan di kulkas plus blum ada nasi mateng malah kembali ke kamar masing-masing dan "nunggu". And "Allah knows" kenapa kamu yang musti ngalah, muter otak buat mengolah bahan masakan yg cuma segitunya. Dan saat masakan plus nasi dah mateng, entah siapa yang ngasih tau, orang serumah keluar semua dan tanpa ngerasa bersalah krn gak membantumu atau sekedar BASA-BASI ngebantu, dengan tenangnya melahap brunch itu. "Allah knows" kenapa kamu masih bertahan, padahal sebenernya kamu nggak lebih nganggur dari mereka. Next, kamu musti cabut ke tempat tugas. Dan sesampainya disana, kamu kena marah karena kamu telat. Mereka cuma gak tau bahwa kamu telat krn musti nyiapin sarapan orang2 rumah tadi, semalem jg sbenernya kamu cape ngurus tugas kuliah, dan itu semua cuma Allah yang TAU :)


"When U feel all alone in this world
And there's no body to count your tears
Just remember, no matter where U're
Allah knows
Allah knows..."

Sudah

...
...
...
...
...
Aku menangis
Sudah
Aku ditawari pelukan
Sudah
Aku ditenangkan
Sudah
Tapi seolah masih mencari
Aku, yang masih saja meminta
Ternyata aku
Tak semengerti seharusnya
-Semoga hanya belum-

Rabu, 15 Oktober 2008

On time

Pyuuuuh..



"Harus berapa lama

Aku menunggumu

Aku menunggumu..."


Kalau Chrisye menyanyikannya feat. Peter Pan tuh buat nungguin yayang, klo aku dsini nungguin temen2 yanng janjian mau kumpul rapat panitiaaaaaaaa... Rasanya udah mau nangis aja. Aku menunggu dan selalu menunggu. Tapi kenapa gak datang2 jua yha? Padahal ini bukan yg pertama kali lho. Tapi, KBETULAN aja, yang diajak meeting tuh mendadak g bs dateng. PAdahal pas di telponin pada nyanggupin buat dateng. Untuk beberapa acara yg laen jd terganggu juga deh. Bayangin aja nih ya, misalnya kita ditelpon diajak meeting memusyawarahkan sesuatu. Kitanya meng"iya"kan. Trus abis tuh, something happen ato tiba-tiba aja kamu kehilangan mood buat meeting. Mending kalo masih mau menghubungi temen yang ngajak kita meeting itu, minta izin dan ngasih apologi knp gak bisa dateng. Lha kalo enggak? kebayang dong gimana merananya si temen yang nunggu itu tadi. In one case, seumpama nih ya, kita janjian kumpul ber-5 doang aja(komunitas yg kecil, bukan?) Kalian tuh tinggal dirumah yg berbeda dan "dunia" yang berbeda juga. Satu dari kalian tuh anak rumahan, bakal keluar rumah kalo beneran ada perlu doang. Satunya lagi aktifis abis yang musti memetakan waktunya dalam sebuah list. Satunya lagi orangnya suka agak ngeremehin pentingnya "waktu". Satu lagi orangnya baek hati, pemaaf dan suka menolong teman(halah). Trus yang terahir nih orangnnya disiplin banget dengan jadwal yg udah ditentuin. Suatu hari, ber-5 kebetulan jadi pengurus disebuah kepanitiaan. Sang Ketua memutuskan untuk meeting proker hari Rabu jam 14.00 siang sepulang kuliah. Emang sih, alhamdulillah semua bilang kalo bisa dateng pas meeting itu. Tapi apa? udah dua jam si Ketua nunggu di tempat yg udah disepakati ternyata gak ada yg dateng!!! Dengan berat hati, si Ketua pun musti nge-cancel acara hari itu. Beralih ke hari berikutnya, si Ketua panitia pun boleh tersenyum lega karena 3 dari 5 orang yg dia undang itu dateng pas meeting. Nah, tinggal nungguin anak yg agak ngeremehin waktu itu tadi, sampe molor setengah jam. Tau gak apa jawaban dia pas ditelepon ma Ketuanya? "Sori, aku lagi mau siap-siap mandi nih". Hwaduh!!!! seeenaknya banget tuh orang. Sedangkan disebuah pojok diruang meeting, anak yg disiplin dengan waktunya tuh udah beberapa kali terlihat melirik jamnya, siap-siap utk acara berikutnya. Si anak rumahan? dia udah mulai boring dah seolah-olah terbaca dari wajahnya, "aku gak bakal keluar rumah lagi demi meeting yang sia-sia ini!!!". Hiks.. kasian amat Ketuanya yang cuma bisa pasrah, "Yah, namanya jg perbedaan".


Tapi apakah cerita itu berahir sampai segitu aja? Gimana kalo kita terusin ceritanya. Seandainya aja, si temen yg suka ngeremehin waktu itu mau sedikit ngerti, pasti si anak rumahan gak perlu ngegerundel gitu. Temen yg disiplin tadi juga gak mesti bingung-bingung menjadwal kembali apa yang sudah dia tulis. Bagi temen yang baek hati sih fine-fine aja, soalnya hatinya yang seluas samudera itu dengan legowo sekali menerima 'kotoran' dan 'sampah' yang dibawa oleh sungai yang bermuara padanya. So, sebenernya yang salah tuh temen yang suka ngeremehin waktu tadi yha! Uuumm.. gak sepenuhnya juga sih. Toh, dia juga bisa ngedapetin positive effect dari apa yang terjadi; meeting bisa terlaksana, dia pun bisa jadi ngerti posisi dia dan "apa yg harus dia lakukan" di kepanitiaan tersebut. Semua effect itu baliknya ke diri dia sendiri juga to? Sang Ketua juga jadi bisa tersenyum lega penuh percaya diri atas suksesnya acara yang bakal dia laksanakan. Eits, siapa tau juga kalo ternyata aslinya Sang Ketua gak se-PD itu untuk menghandle acara yg diamanahkan ke dia. Katakanlah, si Ketua itu 'penakut' dengan kenyataan yang harus dia jalani dengan amanah yang dilimpahkan kepadanya. Bukan gak mungkin juga, pengurus di bawah dia juga 'penakut', ngerasa kurang PD dan gak pantes kalo diberi amanah untuk menjabat suatu jabatan. One thing that we have to bear in mind adalah; satu orang penakut + satu orang penakut = 2 orang pemberani. Keberadaan kita adalah untuk melengkapi yang lain. Gitchuuu...


Betewe, ngomongin tentang solidaritas untuk menghormati orang lain, dalam hal ini kita sedang ngomongin gimana kita bisa on time kalo janjian ma seseorang, dibelakangku saat ini gi ada technical meeting untuk sebuah acara yang akan dihelat seminggu lagi. Guess what??? ternyata yang dateng "on time" tuh mbak-mbak yang bercadar dan ukhti-ukhti. Iiiih, ngomong apa sih O' kok jadi sensi gitu dan ngebeda-bedain antara ukhti2, mbak2 bercadar dan "yang bukan keduanya". Yah... niatannya bukan gitu sih. Maksudku, gimana kalo misalnya ada mbak2 muslimah gaul, smarty, trus "on time" pula! Wuuuihhh pasti tambah gemmesss deh. Biar gak ada perbedaan gitu... Jangan sampe ntar muncul image kalo "yang bisa on-time tuh ukhti2 doang", "alah... mbak2 gaul gitu pasti suka nelat kalo janjian". Nah lho!!


Anyway, dah pernah baca "Jangan jadi Muslimah Nyebelin" punya-nya mbak Asma Nadia gak? Seru juga loh baca buku itu(mulai deh, promosi!). Yah, tanpa berniat yang enggak-enggak,
setidaknya pengetahuan yang bermanfaat itu kan perlu disebar-sebarin. Demi sebuah perubahan general pada sebuah lingkup, perlu mengadakan perubahan secara parsial dulu kan?


Minggu, 31 Agustus 2008

Mohon kembalikan rasa itu...

Aku selalu menikmati rasa itu
Rasa yang membuatku selalu merasaiMu



Aku selalu menanti rasa itu
Rasa yang membawaku pada nyaman pelukMu



Aku selalu mengerti bahwa rasa itu milikMu dan Engkau boleh mengambilnya kapan saja. Tapi Allah, bolehkah aku memintamu untuk mengembalikan rasa itu? banyak hal sudah yang tak kumengerti. Banyak dosa sudah yang kujalani. Banyak tanya sudah yang kurenungi.



Allah, Ramdlanmu telah lagi datang. Terasa begitu mendadak dan tiba-tiba. Saat aku mengetahui bahwa titik nadir itu telah berlalu tanpa sebuah kelebih-baikan yang ku cita-citakan, dimana semua warna pelangi berubah kelam, bahkan wujudnya pun telah menguap meninggalkan bumi. Kemana saja aku? Aku tidak sedang berada pada sebuah dunia tanpa peradaban, tapi riuh Ramadlanmu tak terdengar telingaku. Hidungku mampu menghirup udaramu pada tiap detik detak jantungku, tapi aku tak lagi membaui harum Ramadlanmu, Tuhan...

Hinakah aku jika tak lagi mampu meneteskan air mata demi menyesali semuanya? Aku tidak perlu perlu menangis demi bertemu denganMu, bukan? Karena Engkau selalu ada kapanpun, berubah seperti apapun aku, bercerita tentang apapun aku, Engkau masih akan tetap mendengarkanku dan mereka...

Allah, mohon kembalikan rasa itu...


Minggu, 17 Agustus 2008

"Perkataan Sebuah Rasa"


Sebuah hari yang musti kutunggu setahun lagi lamanya sekedar untukku membagi rasa,

aku kangen


Pengulangan waktu pada tanggal yg sama ditiap tahunnya,

yang selalu menggumamkan sebuah niat;

aku akan kembali


Nama bulan yang menjadi batasan dan pembeda sebuah keistimewaan hingga mencipta karsa,

aku akan memberikan yang terbaik


Dalam detik, hari, tanggal dan bulan yang sama dalam tiap tahunnya,

semoga kau tidak pernah jenuh mendengar ini, "I love you, Indonesia"













Sebuah lagu yang selalu menyadarkan rasaku, bahwa cinta ini ada untuknya

Just watch it ~_^



Sabtu, 16 Agustus 2008

Stimulan-Reaksi


Tumben2nya, hari ini tadi aku bangun sedikit lebih awal dari biasanya. Tumben2nya lagi, aku buka liputan6 dan 'ngeh' buat nyimak berita apa aja yang ada dsana(mungkin gara2 inget pesennya Elok buat nambah wawasan kali yha, hehehh...). Whatever, sambil sarapan nasi putih ma kerang yang dibawa Kak Aini dr Alexandria sono(eits, ngiler tuh) dan dimasak dengan lezatnya oleh duet maut penghuni kos-an kami --Kak Aini&Kak Fatma, red-- aku menyimak berita yg dibacakan.
..."Bupati Purwakarta harus mundur dari jabatannya!!!"... sebuah pernyataan tegas yang keluar dari seorang warga yang ditodong corong oleh reporter mengalihkan perhatianku yang sesaat sempet konsen ke kerang ditanganku yang agak sulit dibuka cangkangnya. Setelah kemudian konsentrasiku kembali pada layar laptop(pinjeman), aku kemudian mulai paham apa yang terjadi. Ternyata eh ternyata, tuh Bupati Purwakarta-Jawa Barat dituntut mundur gara-gara diaggap menistakan agama Islam oleh warga setempat. Warga berbondong-bondong turun ke jalan(kayak lagi karnaval gitu --duh, g sabar amat nunggu karnaval Agustusan yap--) dan meneriakkan tuntutan yang bernada hampir sama, tentang mundurnya Bupati setempat dari jabatannya. Nah, yang memicu emosi itu, ketika Sang Bupati pernah memberikan pernyataan seperti ini, "Seruling dan gendang itu lebih mendekatkan diri saya pada Allah".
"Pernyataan ini benar-benar telah menistakan agama kami(Islam)! Bagaimana mungkin sebuah seruling dan gendang bisa lebih mendekatkan diri pada Allah. Padahal kita ummat Islam tau, bahwa hal yang mampu mendekatkan kita pada Allah itu ya al-qur'an. Ini kan jelas-jelas mengesampingkan al-qur'an, namanya". Komentar warga, masih dari orang yang sama dan corong yang sama. (Nb: diksinya aku sendiri yg bikin. Tp insyaAllah substansinya gak melenceng dari maksud nara sumber sebenarnya)
"Ya!!!betul... Bupatinya mundur saja!!!" terdengar sebuah suara lantang dari rekan warga yang sedang diwawancarai(pengen masuk tipi ya Pak, minimal suaranya lah yg masuk tipi :D piss. Becanda, sumprit becanda doang)


"Turunkan Bupatiiiiiiiiii..." masih terdengar teriakan-teriakan warga yang terlihat menduduki kantor Bupati saat mendapati bahwa Sang Bupati yang dicari tidak sedang berada ditempat dan tidak diketahui keberadaannya(ngumpet gitu)
Lha iya, gimana nggak ngumpet? lha wong dapet tamu dadakan seabreg gitu, apalagi dengan tuntutan untuk turun jabatan.

Hhhhmmm...nyam..nyam... masih sambil ngunyah sarapan, kok kemudian terbersit dibenakku tentang reaksi yang muncul pada ratusan warga tersebut. Uuuumm... apa reaksi mereka itu tidak terlalu berlebihan to? Mungkin aja Bupatinya punya alasan dengan pernyataannya tersebut. Warganya tu, kok ya nggak bertoleransi dikit, gitu. Lha wong Bupatinya sama-sama orang Islam ini(kan al -muslimu akhul muslim --kabeh wong Muslim kui kekancan--) pastinya dia juga tau kalo Al-qur'an itu lebih mendekatkan diri pada Allah. Mungkin juga, ada maksud secara tersirat dari kalimat Bupati itu. Atau...bisa jadi ada kalimat-kalimat yang secara tersurat tuh mahdzuf(dibuang) --ceritanya kayak di ilmu kesusasteraan Arab gitu yang kadang membuang atau membuat sebuah kalimat menjadi panjang bertele-tele demi sebuah 'keindahan bahasa'--(aku ya ndak tau, kan cuma bikin list-possibility).
Thus, tuntutan warga kepada Bupati untuk "seketika mundur" dari jabatannya, apa itu juga bisa dibenarkan begitu saja? Nah, kalo Bupatinya beneran turun jabatan, melepaskan semua tanggungjawab, trus dia nggak punya pengganti? siapa yang mau ngurusin hajat hidup orang sekabupaten situ? (ya, kan ada wakilnya O'. Bisa aja tuh wakilnya yang ngegantiin dia). Bisa aja sih, atau juga digantikan orang yang mereka angap 'layak' untuk menggantikan Sang Bupati. Tapi apa iya ada yang bisa menjamin bahwa Sang Pengganti itu bisa lebih baik dan lebih layak untuk menggantikan Bupati sebelumnya? (Lha kan nanti yang bakal menggantikan Bupati itu yang milih rakyat, O') lha emang-e Bupatinya dulu tuh yang milih siapa? rakyat juga to?(iyo, menowo). Gimana kalau tuntutan untuk "mundur" itu diganti dengan "memberikan pernyataan minta maaf" dibarengi dengan perbaikan diri(pernyataan, sikap dan tindakan), tentunya. So, kalau sekiranya reaksi yang diberikan atas stimulan dari Bupati itu tadi disikapi dengan emosi yang tepat pada waktu dan tempatnya --dengan adanya tasamuh(toleransi) dan 'kesempatan kedua'(Waduh, kebanyakan nonton pilem kamu O')-- kayaknya sang Bupati juga gak akan menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan to make everything's better. Setidaknya, dengan toleransi yang diberikan, Bupatinya juga pasti bakalan mikir, "Oalah... saya salah ya". Kita semua juga ma'lum dengan kata bijak ini to:"Kita selalu bisa mengambil pelajaran pada tiap kesalahan yang kita lakukan". Inget, berapa kali tuh Pak Dhe Einstein secara tidak sengaja melakukan banyak kesalahan hingga ahirnya menemukan semua teori dan aplikasi yang saat ini kita kenal(Sori, nggak bisa ngasih contoh penemuan dia, akunya yang katrok. Pokoknya setauku, dia tuh terkenal sebagai "orang pinter plus jenius") :D
Haaaah... Bupatinya juga nggak seharusnya malah ngumpet gitu. "Hadapi dengan senyuman. Semua yang terjadi biar terjadi. Hadapi dengan tenang jiwa, semua akan baik-baik saja". Kata-kata dari Ahmad Dhani barusan emang nggak gampang dilakukan, tapi akan "lebih gak gampang" lagi, kalau kita "nggak pernah mencoba" untuk melakukannya. Piye? setuju nggak?
Aku juga jadi heran ma sekian ratus warga yang demo itu. Lha wong marah kok barengan? janjian apa ya? Kenapa juga tambah banyak aja orang-orang yang jadi reaktif banget dengan sedikit saja stimulan yang mereka terima. Aku jadi keinget Kak Sofi(kakak kandungku. Luv you bro, mmmuuach...mmuuuaacchhh *halah*) dulu pernah bercerita, memberi pelajaran padaku. Jadi ceritanya gini; waktu itu Kak Sofi nanya apakah aku tau perbedaan reaksi yang timbul jika aku mengocok(shake) sebotol air putih dan soda pada botol berbeda. Nah, aku, yang emang dari kecil udah keliatan ....(stop..stop.. sensor. Kumat deh O' narsismu) itupun dengan mantap mampu menjawab pertanyaan Kak Sofi, "ya tau laaaah... yang namanya soda itu ya, pastinya bakalan meledak dan muncrat-muncrat kemana-mana pas abis dikocok. Beda ama air putih biasa, dia bakal tetep tenang dan sesekali hanya terlihat gelembung udara kecil-kecil yang muncul dari proses pengocokan tadi yang kemudian gelembung kecil itu naik kepermukaan air hingga ahirnya hilang dan menguap menjadi udara begitu saja". Jawabku. "Seeeeep.. itu baru adekku, Kamu tuh emang pinter, sama kayak aku"(Hoalaah... ternyata Kakakmu gak kalah narsis ma kamu O' --piss bro. guyon--). Back to topic, kalimat yang kemudian muncul dari seorang Kak Sofi berikut ini yang membuatku terpana hingga saat ini, "Nah, begitulah hidup dan bagaimana kita menyikapi setiap stimulan atau rangsangan dari luar yang masuk. Kamu tinggal pilih, O'. Mau jadi sosok yang reaktif seperti soda gitu atau tetep tenang seperti air putih tadi. Katakanlah, 'pengocokan' tadi sebagai 'stimulan dari luar'. See, soda itu akan meledak-ledak dan reaktif banget meski kadang kita ngocoknya dikit aja. Sedang air putih? dia tetep tenang plus fine-fine aja meski dikocok sampe capek. Bahkan, Sang air putih tadi mampu menetralisir semuanya, mengangkat gelembung-gelembung kecil udara yang muncul dari pengocokan yang terjadi kemudian membuat semuanya kembali tenang". Begitu Kak Sofi mengahiri 'dongeng'nya aku pun tak kuasa menahan diri to hug him tight sebagai 'reaksi air putih' atas stimulannya barusan dan memberitahunya betapa aku menyayanginya :)
*huwaduh, jadi kangen Kak Sofi, hiks... Kapaaaan yo aku 'layak' balik ke Indonesia*

Be-te-we, tulisan ini cuma reaksi seorang "outsider" gara2 abis nonton berita yang cuma sekilas itu tadi. Mana beritanya gak jelas, lagi. Nggak disebutin itu pernyataannya dinyatakan pas event apa...gitu(kali aja ngaruh kalau dikaitkan dengan sikon pas Bupatinya ngomong gitu. Kali aja ada sebab-musabbabnya kenapa sampe ngomong kaya gitu). Dan inget, yang namanya "wong ndelok iku namung biso nacat" (Orang yang melihat saja --tanpa tau dan nggak mau tau proses terjadinya sebuah karya-- itu hanya bisa mencela) gitchu ngendikane Ibukku. Waktu Ibukku ngendikan gitu tuh aku pas kelas 2 Aliyah(setingkat SMA), trus aku juga masih imut...(halah, udah O'. Ceritanya gak selesai-selesai. Lha wong yang diceritain aja dah ngantuk gitu) :P
Piiisss...
***
"Demikian, warga meminta Bupati untuk meminta maaf kepada seluruh ummat Islam di Purwakarta serta seluruh Muslim se-dunia" berita ternyata masih berlanjut.
"Oooh.. Alhamdulillah, Bupatinya ahirnya cuma disuruh minta maaf doang" gumamku.
"...Tapi warga tetap menuntut Bupati tersebut untuk segera mundur dari jabatannya!".
"Lho???!!!"
(beritanya abis, sarapanku juga)




*penulis adalah orang Jateng yang bercita-cita pengen tinggal di Jateng jg(g melancong kemana-mana lama-lama, gitu, maksudnya) semoga tulisan ini nggak subjective ya
^.^

Jumat, 01 Agustus 2008

Ya Gitu tu...

Hidup udah 20 Tahun...
Diantara sekian kekurangan dan kelebihan, banyakan kelebihan dan anugrah serta segala bentuk cinta dan kasih dariNya lewat aaaapa saja, dan siaaapa saja

Sekolah SD yang begitu berkesan>>>tawuran antar geng ce Vs co, baris sebelum masuk kelas, guru yang kadang suka marah tp sering ramah, senam bersama meski g niat banget ngejalani gerakan2 senamnya...


Masa remaja menyenangkan>>>hunting pernak-pernik aksesoris jilbab bareng sahabat, walk around, JJS(jalan2 sore), berorganisasi, berdinamika dalam sebuah sinergi, berkarya, beranjak dewasa, berproses dengan segala suka duka, mengambil pelajaran dari tiap kesalahan yang tercipta, belajar dari orang lain, memahami orang lain, mengilhami apa-apa yang terjadi disekitar kita, jatuh cinta...


Pas Kuliah>>> semakin tambah temen dari segenap penjuru Nusantara Indonesia tercinta, semakin matang menyikapi masalah, semakin mengerti apa dan mengapa DIA memberi segala yang telah ada bersama kita, kemudian menjaga semua apa yang ada, memberi...


Keluarga yang mencinta>>>Abah, Ibuk, Kak Kholil, Kak Sofi, Mbak I'ah, Mbak Iva, Erik, Vira, Nila, Ova, Evi, Ufik, Eva, Arjun, Lek Minan, Lek Hanifah, Mbah Koko, Mbak Ayi, Lek Umniyyah, Lek Nik, Pak dhe Malik, Budhe Tin, Kak Nuha, Kak Albab, Mbak Raudloh, Mbak Ani, Kak Hud...

Nama>>> Ketua kelas, pengurus OSIS, beberapa amanah yang dipercayakan, Ketua panitia perpisahan kelas, representasi kelas untuk maju lomba...


Orang-orang yang mencinta,
Sahabat dan teman-teman>>>Elok, Mazzel, Layin, Ukhti Zulfa, Kang Mumu, Dek Faiz, Rohim, Kak Beni, Kang Rijal, mbak Iik, Mbak Maria, Mbak Najah, Mbak Lely, Mbak Mita, Hanif, Wiwi, Vela, Mbak Avi, Dek Eko, Aan, Wildan, Iqbal, Dayat, Epul, Faiq, Uul, Makin, Mbak Viqi, Sahal, Kak Achin, Kang Labib, Kang Ansori, Kak Tara, Kak Malingkai, Kak Burhan, Laode, Dodol, Waris, Agus, Alif, Cokro, Ari, Ragil, Teguh, Sri, Wati, Utami, Novi Dina, Kang Nadzir, Cak Ihya', Lilis, Uci, Mbak Eva, Edit, Yeyen, Zanuba, Arfan, Zaenal, Mbak Ami, Mbak Dahlia, Gen, Dipo, Kang Ja'far, Kang Nadzif, Kang Faizin, Mas Nanang Musa, Kang Miqdam, Kang Mawhib, Mas Irwan, Anas, Anto, Dede, Riska, Maisaroh, Mas Adon, Mbak Alfi, Mbak Ninik, Mas Nadzif, Mbak Fenti, Mama, Mbak Nena, Husna, Fata, Kang Hilmy, Kak Surya, Dian, Mbak Sane, Ebah, Jessy, Mbak Dewi, Mbak Ramen, Mas Edo, Kang Imam Suhrowardi, Ipin, Adzroi, Mbak Shanti, Haura, Zufa, Mbak QQ, MBak Lilik, Kak Aisyah, Kak Rahmat, Kak Fatma, Upi, Nur, Khofshoh, Lia, Isti, Ziya, Cici, Aa' Fuad, Aa' Uday, Ziean, Ridwan, Abou...
(Yang g disebut jgn marah, semata2 adalah gara2 pikunnya si penulis) :D


Musuh>>>cuma satu orang doang, Itupun g jelas siapa identitasnya. Mana dia perhatian banget lagi. Seringnya, SMS gelap yang dia kirim adalah sebuah control sosial yang selalu memberikan kritik kontributif buat kita...






"Alhamdulillah... atas nama, harta, dan perjalanan yang sejauh ini tertempa"
(Dian Sastro, "Alhamdulillah" feat. Too Phat)



Semua ini Allah yang ngatur lho. Tiap kejadian, segala hikmah yang terekam oleh hati, kebetulan-kebetulan yang menyenangkan, surprise, hadiah, sahabat yang selalu ada, teman yang mengisi hari-hari, kebahagiaan, tangis, canda, gelak, senyum, hati yang berbunga-bunga, hati yang keruh, langit yang seolah kelam, orang-orang yang nyebeliiiiiiiiiiin banget, musuh... semuuuuuuuuua itu untuk keseimbangan jiwa kita. Semua itu Allah yang ngatur!!! Keren kan??? uumm... Allah tuh emang Keren. Ya gitu tu Allah. Selaaaalu tau tentang gimana, kapan, apa, pada siapa dan dimana sesuatu hal layaknya terjadi.


For every single thing which doesn't fit our feeling, just be Invincible!!! ^_~

Jumat, 25 Juli 2008

Wajahku!!!

Let me tell you about Ani. Gak terlalu cantik tapi aku selalu betah melihat wajahnya yang tidak pernah sepi dari senyuman. Supel, lincah, meski kadang sesekali mudah tersinggung. Namun secepat perasaannya yang gampang tersinggung, Ani selalu punya segudang maaf untuk mereka yang telah menyakitinya. Memahami Ani, kadang dia butuh satu tempat baru atau benar-benar ingin ditinggalkan sendirian demi memahami dirinya sendiri. Itu Ani.
Suatu hari Ani bertanya tentangnya padaku
"Could you tell about who am I?"
"Kamu Ani", jawabku

Ahir-ahir ini Ani sering menanyakan hal yang sama. Kehidupan Ani memang tak lagi seperti dulu. Dia kadang juga berkeluh, bahwa dia tak lagi mempunyai waktu untuk bersantai dan menjadi 'dirinya'. Ani merasa dia kehilangan 'dirinya'. Menjadi salah satu top leader, anggota pengurus suatu organisasi, publick figure, dan pelaku seni. Disuatu saat, Ani merasa dia harus mengenakan topeng 'alim'nya saat kondisi menempatkannya sebagai publick figure; Ani harus berpakaian rapi, bersikap sopan, tidak boleh tertawa terbahak de el el. Karena setiap tingkahnya menjadi sorotan, kelakuannya menjadi perbincangan dan perkataannya adalah keputusan. Di lain waktu, Ani mengenakan topeng 'ekspresi' saat ia berada dalam 'wadah seni'nya. Dia tertawa terbahak, 'membumi' berbaur dengan temannya dari beragam jenis dan bermacam karakter. Yang menyusahkan hatinya adalah ketika Ani sedang berada dan mengenakan topeng seni-nya, sedangkan orang lain menyangka bahwa Ani sedang mengnenakan topengnya sebagai publick figure.

Ani menjadi ketakutan pada dirinya sendiri. Hawatir bila dia benar-benar kehilangan dirinya. Topeng sebagai 'publick figure', topeng 'pelakon seni', topeng ketika berdiri sebagai 'top leader', topeng sebagai 'pengurus' yang dicontoh para anggotanya. Ani mencari dirinya.
"Mana wajah asliku? apakah aku akan kehilangan aku?" Ani mulai panik.
Aku menyeret tangannya dan membawanya dalam pelukanku, "Kamu tidak pernah kehilangan dirimu. Hal yang selama ini kau kira sebagai topeng bukanlah topeng. Bagaimana kalau semua wajah dan karakter yang berubah-rubah adalah sejatinya dirimu?"
Ani masih dengan kepanikannya, tapi kini mulai mereda. Aku menepuk-nepuk pelan punggungnya, mencoba meyakinkannya bahwa aku akan selalu ada untuknya. Ani mungkin telah lama memendam semua ini, membiarkan dirinya bergulat sendirian dengan suara-suara dalam dirinya sampai-sampai dia tidak lagi merasai bahwa aku ini adalah dirinya.



sebentuk jawaban ambigu

Kamis, 12 Juni 2008

Tiga Sayap

Bumi Tuhan dipenuhi makhluk yang berseliweran tengah petang ini. Terlalu beragam kegiatan yang mereka lakukan. Yang sedang bercengkrama pun beragam. Mulai yang kasat mata sampai yang mampu terasai oleh indera peraba. Disini, sesosok Setan tampak membuntuti sepasang manusia yang sejatinya tak pernah mampu merasai keberadaan Sang Setan. Pun tentang keberadaan Malaikat dikanan mereka. Pasangan itu terus berjalan menuju halte bus beberapa meter didepan mereka. Diikui Setan yang terus saja membisikkan rayuannya, bergantian pada Sang lelaki dan wanitanya.
”Berhenti menggangu mereka!"
"Cih", Setan melengos atas hardikan Malaikat. Petang ini banyak sekali orang berlalu-lalang. Terlihat seorang Ibu yang menggenggam erat anak laki-lakinya yang berusia sekitar 8 tahun, hendak menyeberang jalan. Bergegas menuju rumahnya yang nyaman. Ditengah jalan sana, beberapa mobil terlihat sibuk mengejar senja. Sedang sepasang manusia tadi kini telah berada di halte dan terlihat sedang menunggu bus yang akan menjemput mereka.

Melayang terbang, Setan hendak meninggalkan angin yang barusan dijadikannya alas duduk
"Mau kemana kamu?" Tanya Malaikat penuh prasangka.
"Mau ikut?" tawar Setan dengan senyum liciknya. Dia pun kemudian terbang kearah utara menuju tempat beberapa meter dari tempatnya semula. Entah apa muslihat yang sedang dia buat.

Senja baru saja tersamar berganti pekat kemerahan. Kumandang adzan maghrib sudah 20 menit lalu terdengar. Tapi masih banyak saja orang-orang yang masih sibuk mengejar asa untuk kehidupan dunianya. Namun, pun tak sedikit yang telah bercahaya wajahnya oleh air wudlu. Tak banyak yang tahu, bagaimana cahaya itu memancar dari wajah mereka. Mungkin hanya Setan-setan dan para Malaikat yang mampu melihatnya saat ini.

Malaikat kini terbang mengepakkan ketiga sayapnya mengelilingi sepasang makhluk berbeda jenis yang memang sedari tadi ditunggui olehnya dan Sang Setan.

"Beres..", Setan yang tadi menghilang kini telah lagi terlihat. Secepat kilat dia telah muncul lagi disamping Malaikat dengan sorot mata kepuasan. Sedang Malaikat mengedarkan pandangannya dan menemukan betapa banyak Setan yang sedang berkeliaran. Salah satunya berada beberapa jarak darinya dan sedang membisiki seorang penjual kacamata untuk menipu konsumennya yang bermata biru dan berambut kuning jagung.
"Hah, tak sia-sia aku meminta Tuhan menangguhkan waktuku hingga kiamat nanti," Setan memulai cerita tanpa diminta dengan terus saja memperhatikan pasangan yang jadi incarannya. Setan memang tak pernah tau apakah episode pasangan yang sedari tadi ditungguinya bersama Sang Malaikat akan dimenangkan olehnya atau oleh Sang Malaikat. Tapi Setan tidak pernah menyerah untuk berusaha agar kemenangan bisa didapatkannya.
"Tapi Tuhan tidak buta!" jawab Malaikat
"Tapi aku pun cerdik!"
"Kamu tidak akan pernah sembuh dengan kesombonganmu"
"Alah!", Setan mengibaskan tangan ke udara didepan hidungnya, "Tunggu dan Lihat saja bagaimana 2 makhluk tolol ini akan menikmati moment kebersamaan mereka kali ini".
Malaikat menjaga posisinya agar tetap diudara degan tetap mengepakkan ketiga sayapnya, pelan.
"Aku yakin, kau tak akan berhasil dengan semua ini. Sepertimu, aku sedari tadi bersama mereka. Dan aku tau sekali bahwa mereka sebenarnya tak menginginkan moment seperti saat ini. Semua ini kamu yang mensiasati".
"Sengaja!"
Kepakan sayap Malaikat berhenti. Kini dia telah duduk diatas awan yang gelap oleh malam.
"Apa kamu tidak mendengar debar jantung mereka? Debaran jantung yang melebihi biasanya". Setan menyeringai. Sekelebatan berikutnya, Setan telah meluncur kearah pasangan tadi.
"Tidakkah kau melihat pipi yang kemerahan karena malu ini?" teriak Setan pada Malaikat diatas sana. Sang gadis terlihat memalingkan muka pada lelaki disampingnya. Tak mau kedapatan kalau pipinya sedang memerah malu. Teriakan Setan sama sekali tak mengganggu pendengarannya yang memang tak mampu didengar telinga manusia-nya.
"Licik!" rutuk Malaikat.
"Cerdik. Pintar berkelit!". Imbuh Setan sendiri atas sifat-sifatnya. Giginya yang tajam-tajam meneringai meneteskan lendir saat ia menarik bibirnya kesamping dan menyebutnya sebagai sebuah senyuman.
"Inilah aku. Kamu akan lihat betapa aku akan memiliki banyak sekali teman di neraka nanti" Setan bertepuk tangan pelan membayangkan kemenangannya.
"Huh, aku melihat semua muslihatmu. Aku juga menyaksikan kesucian hati pasangan yang sedang kau goda itu. Bagaimana mereka berusaha menjaga hati mereka agar tak terjamah olehmu".
"Tapi mereka CUMA manusia. Kamu lupa? Bagaimana mereka disebut-sebut sebagai gembong kesalahan dan kealpaan?"
"Salah! Bukan 'gembong'. Khilaf dan kesalahan mereka hanya sesekali saja".
"Itu kan menurut mereka! Manusia-manusia itu tidak pernah menyadari betapa seringnya mereka mengulang kesalahan yang sama. Khilaf pada hal yang tidak berbeda. Cih!"
Malaikat menarik sedikit bibir kanannya kebelakang sambil melirik kearah setan, "Kamu lupa satu hal rupanya. Manusia-manusia itu mulia atas anugerah husus dari Tuhan, akal. Satu hal yang tidak diberikan kepada makhluk selain mereka".
"Apa peduliku? Toh banyak saja dari mereka yang masuk jebakanku. Karena mereka jarang menggunakan otak mereka!"
Malaikat mengelengkan kepalanya, "Kamu salah mengenali manusia-manusia itu"
"Malaikat, kamu masih mau mengingkari kecerdikanku? Bagaimana aku mensiasati dosa yang kini dipikul sepasang muda-mudi dibawah sana? Bagaimana aku mengatur alasan agar mereka bisa bertemu? Kemudian agar mereka berjalan beriringan dengan alasan karena mereka akan menuju halte yang sama? Bagaimana sang lelaki tetap berada disamping wanitanya dan mengatakan bahwa dia akan tetap disitu sampai sang wanita mendapatkan busnya?"
"Tapi kamu juga tidak bisa mengingkari, bagaimana mereka tetap menjauhi hal-hal yang tidak disukai Tuhan mereka. Mereka sedari tadi menghindari perbincangan. Karena mereka tahu, sekali saja mereka membuka topik perbincangan, maka akan semakin berat hati mereka untuk mengahirinya"
"Ck..ck..ck..", Setan menggerak-gerakkan jari telunjuk didepan wajahnya, "Belum. Aku belum berheti dengan usahaku menjadikan mereka temanku dineraka nanti. Kamu tahu bagaimana mereka menikmati kebersamaan mereka saat ini? Kamu tidak tuli atas kata hati mereka, Malaikat. Aku tahu kamu dapat mendengarnya, sepertiku yang bisa melakukan hal yang sama. Sebenarnya saat ini mereka tahu bahwa aku ada diantara mereka, menggoda mereka dan mengelitik hati mereka. Tapi apa? Toh mereka tetap membiarkanku berada disini dan tidak mengusirku. Kurang cerdik apa aku? Terbukti bahwa semua taktikku mampu membutakan nalar mereka, bukan?" sombong Setan, lagi.
Malaikat turun dari awan gelap meluncur kebumi. Kakinya telah hampir menyentuh tanah ketika kemudian secara otomatis ketiga sayapnya membentang, mengepak dan membuatnya tetap berada diatas angin. Kemudian Malaikat terlihat mendekati pasangan tadi. Mendengarkan detak jantung mereka dan merekam tiap kata hati mereka. Sesaat kemudian Malaikat terlihat mencatat sesuatu pada lembaran-lembaran yang selalu melekat dibawanya.

Merasa telah selesai dengan tugasnya, Malaikat kini mendekati Setan yang masih menunggu ending 'kisah muda-mudi' yang dari tadi digodainya itu, "Makhluk tak berotak seperti kamu saja secerdik ini," Setan menyipitkan matanya. Tersilau cahaya Sang Malaikat, "apalagi manusia!" sambung Malaikat sambil meninggalkan Setan.
"Eeeeergghh…", geram Setan terhina, "aku tidak akan pernah berhenti mengganggu manusia!" ikrar Setan.
"Sepertinya, aku sudah pernah mendengar kata-kata yag sama sejak kau diusir dari surga dulu. Sering mendengar, bahkan. Tapi aku tidak yakin dengan semua kata-katamu itu. Musuhmu itu bukan makhluk sembarangan, Setan. Aku hawatir kamu kalah cerdik".
"Akulah makhluk Tuhan paling cerdik!"
Malaikat kembali dibikin tersenyum oleh kata-kata Setan. "Para manusia itu telah cukup dengan keberadaan Tuhan mereka sebagaia Dzat yang Maha Megetahui. Dzat yang paling mengerti dan memahami apa yang hati mereka suarakan. Ditambah dengan catatanku ini," Malaikat mengacungkan lembaran-lembaran ditangannya, "akan membela mereka saat mulut mereka tak lagi mampu bercerita nanti."
Malaikat hendak beranjak kelangit ketika urung dan kembali terbang mendekati Setan dan berkata, "Makhluk yang kau jadikan musuhmu itu bukan makhluk sembarangan. Kau bersiap saja untuk kalah". Kini Malaikat telah hilang dibalik kelam, meninggalkan Setan yang masih saja memperhatikan pasangan tadi.

"Take care ya" kata sang lelaki dengan cueknya pada wanitanya yang masih berpura-pura seolah tak terjadi apa-apa degan jantungnya yang berdetak kencang, dan pada pipinya yang memerah malu saat Sang wanita hendak menaiki bus yang dari tadi ditunggunya.
Setan menyeringai puas dan bertepuk tangan bahagia saat tahu bahwa kini koleksi 'teman di nereka'nya telah bertambah lagi. Riang, Setan terbang berputar-putar mengelilingi Sang lelaki yang kini sendirian hendak kembali kerumahnya. Namun beberapa jenak kemudian Setan dibuat aneh oleh mata Sang lelaki yang menatap kearahnya.
"Bukankah aku tak terlihat oleh mereka?" gumam Setan. Ia mulai tak nyaman dengan tatapan itu. Semula didekat Sang lelaki, kini Setan terbang berpindah tempat. Tapi tatapan tajam itu tetap menghujam kearahnya. Setan merasakan tubuhnya mulai bergetar aneh. Dan getaran itu berubah geram, kemarahan, sesaat setelah melihat lelaki dibawah sana tiba-tiba membentangkan ketiga sayap yang sedari tadi disembunyikannya. Pelan, makhluk yang berwujud lelaki itu terbang kearah langit. Tersenyum santun penuh kemenangan kepada Setan dan meninggalkannya yang terkejut, termangu diam.





Saat kita tahu bahwa semakin kita tahu, kita hanya semakin tidak tahu.

Senin, 26 Mei 2008

The most romantic one

Kebahagiaan
Kesedihan
Tangis
Tawa
Kita kadang udah sangat paham banget kalau hal2 diatas tuh muter sesuai sunnatullah. Tapi tetep aja, kadang kita gak bisa menghindari perasaan yang tidak nyaman saat harus merasakan kesedihan. Atau, kadang kita begitu egois karena nggak mau kehilangan kebahagiaan yang sedang kita rasakan. Trus gimana dong? Mungkin nggak banyak yang bisa kita lakukan sih. Cuma bukan berarti kita kemudian nggak ngelakuin apa2 kan?
Tetep aja bilang ke diri sendiri, "Tenang, insyaAllah setelah tangis ini, Allah sendiri yang mengembalikan senyum ke bibirmu", disaat kesedihan yang diwarnai tangis menyapa wajahmu.
Dan, tetap ekspresikan kebahagiaan yang ada dengan caramu sendiri, tanpa harus membuatnya norak dan malah kesannya over. Mempersiapkan dan mengingatkan hati, untuk bersiap-siap menerima kesedihan setelah ini, juga perlu. Seperti yang udah kita tau, setelah ada tangisan, Allah akan mengembalikan senyuman. Dan saat kebahagiaan sedang memenuhi dada, persiapkan saja kemungkinan terburuk yang akan terjadi setelah adanya kebahagiaan itu. Yah, biar nggak kaget aja. Toh, semuanya berputar-bergantian, bukan?
Segala sesuatu ada waktunya. Pun tangis, pun tawa. Allah selalu tahu, kapan harus meletakkan tawa dan kapan membasahi mata kita dengan airmata. Dan untuk semua kesedihan, kesulitan, sepenuh keihlasan menerima semua dariNya, insyaAllah Dia menghitung semuanya dan akan ngasih reward diahir nanti. Dia sendiri yang akan menggantinya dengan sesuatu yang layak, insyaAllah. Just believe in it and HE will make it true.
Nyadar nggak? dibeberapa kasus, kita baru bisa nemuin hikmah ato rahasia yang sengaja disembunyikan Allah tuh pas masalah yang kita hadapi itu udah lewat. Bahkan, jauuuuuh… setelah masalah itu hampir kita lupakan, Allah tiba-tiba bikin satu cerita baru dalam hidup kita yang mana hal itu bersangkutan dengan masalah yang hampir kita lupakan itu tadi, sebagai kejutan. Ahirnya, dari cerita baru itu tadi kita baru bisa memahami hikmah terjadinya hal2 yang udah lampau2 dulu. Menurutku, karena MUNGKIN begitulah cara Allah ngasih tau cintaNya, membahasakan kasihNya tanpa kata-kata. Aku memang tidak terlalu mengenaliNya dan hanya mampu memahami semuanya tentangNya dengan kata "mungkin". Tapi aku selalu tahu, Dia begitu mengerti, memahami, bahkan mengenali semua. Tentangku, tentangmu, tentang kita. And I always do
Uuughh… Allah's so romantic ^_^

Selasa, 13 Mei 2008

I must be invincible

Some times we can't describe a thing
In another times, We just don't have enough brave to tell

At one time, We are forced to hide everything
And in other time, some-reasons give us an cause to tell the truth

Kita kadang g tau, kapan kesedihan akan berahir
Kita kadang g tau, kapan kebahagaiaan akan diambil
Kita kadang g tau, apa yang sedang terjadi
Kita kadang g tau, kemana perjalanan hidup akan dibawa
Kita kadang g tau, kenapa sesuatu harus terjadi
Kita kadang g tau, kenapa kita gak bisa menganalisa apa yg terjadi
Kita kadang g tau, apa saja yg bisa membuat kita tersenyum
Kita kadang g tau, bagaimana mengenali Allah
Tapi yang selalu kita tau, Allah selalu mengenali, memahami, dan ADA untuk kita

Senin, 05 Mei 2008

Lullaby...

"Hiks...hiks..hiks.."
"Kenapa, sayang?" Ibuku menghampiri sambil meraih kepalaku, kemudian menyandarkannya pada lengannya yang hangat.
"Ngantuk ya.."
"Dongeng.." pintaku
"Hmmm..."
Kemudian Ibu menggeser tempatnya berbaring. sejenak kemudian dia mulai bercerita
"Kamu, memiliki seorang lagi Kakak laki-laki. Dia itu Kakaknya Kak Sofi"
Ibu menghela nafas sedang aku mulai menggarul2 mataku yang terasa pedas.
"Kok aku nggak pernah lihat. Kakak yang itu dimana?" tanyaku
"Kakaknya Kak Sofi itu namanya Kak Kholil"
"Wah, namaku dong"
"Iya, namamu itu untuk mengingat Kak Kholil. Karena Kak Kholil sudah tidak ada disini"
"emangnya Kak Kholil kemana? kenapa dia g bisa berada disini?"
"Kak Kholil itu, sekarang udah sama Allah"
"Aku mau dong sama Allah. Aku mau dong bareng Kak Kholil"
"Belum bisa..." Aku tak paham benar arah pembicaraan Ibuku. Toh aku tetap mendengarkan
"Kak Kholil meninggal ketika masih kecil dulu" lanjut Ibuku, "Dan saat ini, dia menunggu kita di Surga"
"Kenapa begitu?"
"Jadi, Kak Kholil sekarang ini sedang mengintip kita dari pintu Surga. Kemudian saat Allah memintanya untuk masuk surga, Kak Kholil menjawab seperti ini, 'Aku menunggu Ibu, Abah dan adek-adekku'. Maka Allah pun membiarkan Kak Kholil menunggu"
"Bagaimana Kak Kholil membawa kita masuk surga? Allah g marah kalau kita masuk surga bareng Kak Kholil?"
"Yah, Kak Kholil nanti akan menggenggam tangan Ibu. Kemudian Ibu akan menggandeng tangan Abah. Kemudian Abah menggandeng tangan Kak Sofi. Trus, Kak Sofi pegang tangannya Mbak I'ah dan Mbak I'ah akan pegang tangannya Mbak Iva. Kemudian mbak Iva menggandeng tanganmu. Dan kita semua, akan masuk surga bersama Kak Kholil" sambil tersenyum Ibu mengahiri ceritanya. Cerita, yang selalu membuatku tenang untuk memejamkan mata dan merengkuh malamku.
Ibuku memegang tanganku. Sesaat menciumku sayang, dan mengambilkan bantal untuk tidurku.
"Tidur yang nyenyak, sayang..."

***

"Matikan tivinya!" itu sebuah kata perintah. Telah bukan lagi permintaan, ketika aku mengabaikan kata2mu untuk segera mematikan tivi.
Aku cemberut, manyun.
"Setelah maghrib itu harus mengaji. Biasanya kan seperti itu"
"Ada film kartun bagus, Bu. Pokoknya nonton!!" aku tak mau kalah.
Kemudian Ibu menatapku dan membawaku dalam pangkuannya.
"Kamu pernah melihat bintang yang ada dilangit?" tanyanya disusul anggukanku
"Apa yang kamu tahu tentang bintang?"
"Bersinar. Indah"
"Bintang kecil.. dilangit yang biru... amat banyak.. menghias angkasa... aku ingin terbang dan bernyayi... jauh tinggi ketempat kau berada..." suara Ibu selalu terdengar indah menyanyikan lagu yang beberapa hari lalu diajarkan dikelas TKku.
"Begitu juga rumah kita," lanjutnya. Ibu selalu paham tentang ketidakpahamanku, hingga beliau meneruskan ceritanya.
"Allah itu, selalu memandangi kita dari tempatNya"
"Memangnya Allah ada dimana?"
Ibu mengarahkan jari telunjuknya kearah atas
"Dilangit?" tanyaku. Ibu hanya tersenyum
"Mau dilanjutin nggak, ceritanya?" godanya. Tentu aku cepat2 mengangguk.
"Jadi, rumah yang mana ada orang mengaji didalamnya itu laksana bintang. Bersinar, terang, indah"
Aku mengerutkan keningku, mencerna cerita barusan.
"Semakin sering Sang penghuni rumah membaca al qur-an, semakin teranglah sinar yang keluar dari rumah tersebut" Ibu membaca ketidakpahamanku, lagi.
"Dan kalau Allah melihat sinar itu, Allah pasti suka. Kemudian DIA akan bertanya pada malaikat:'Rumah siapakah itu?', jawab malaikat:'itu rumah salah satu hambaMu'. Lalu kata Allah lagi:'tulis nama pemilik rumah itu kedalam catatan para penghuni surga. Karena ia telah memenuhi rumahnya dengan cahaya al qur-an'. Dan malaikat pun mentaati perintah Allahnya." kata Ibu sambil mencubit hidungku dan mengahiri ceritanya.
Aku segera melompat dari pangkuannya. Tak ingat lagi tentang film kartun yang tadinya ingin ku tonton, aku berlari keruang tengah dipenuhi imaginasi tentang rumahku yang akan terlihat bersinar terang seperti bintang, dimata Allah.
"A'udzu billahi minassyaithonirrojiim..., bismillahirrahmaanirrahim..."
Yang kemudian terdengar adalah suara Ibu yang beberapa kali membenarkan bacaan qur-anku.

***

Saat waktu begitu indah saat ia telah berlalu dan meninggalkan semua.
Tapi akan tetap ada, dan selau ada.

Tak lelo...lelo... lelo legung...
About the lullaby. the same lullaby which belong to someone...
Miss you, Mom. And I always do

Jumat, 25 April 2008

Aku Melihat Cantikmu

Deg-deg..deg-deg..deg-deg.. emang dag dig dug gini kalo mau ujian. Parahnya, kalo diinget-inget tuh ya, aku selalu ketakutan dan selalu deg-degan kalo ujian dah didepan mata gini. Bersyukur, masih bisa ketakutan gini ngadepin semuanya. Yah, anggep aja aku masih waras karena masih mau hawatir dengan hasil ujianku nanti. Meski belum bisa ngedapetin hasil terbaik, aku selalu puas karena aku selalu menyiapkan usaha terbaikku.

Iri euy, liat mbak-mbak dan mas-mas yang lagi pegang qur-an kecil mereka di bus sambil mengulang-ngulang hafalan qur-an mereka yang menjadi syarat kenaikan kelas nanti. Kontras denganku, aku belum mempersiapkan banyak hal untuk ujian nanti. Tapi aku bukan kemudian lepas tangan sama sekali. Aku belajar kok, meski itu baru-baru aja. Hehehh.. aku nyerngir sendiri kalau denger pembelaan diriku, atasku sendiri. Manusia, kadang jadi begitu gengsi, sensi atau apalah, saat sedang dalam kondisi seperti saat ini. Hmm… kalau misalnya aku nanti nggak bisa naik kelas, kira-kira alas an apa ya yang akan kujadikan sebagai kompensasi penyebab ketidak-lulusanku? Ups, aku segera menggeleng-gelengkan kepalaku membuang jauh pikiran konyol dan menjijikkan barusan. "Aku pasti lulus. Aku pasti nggak butuh segala rupa alasan untuk membohongi orang banyak dan berapologi", tekadku. Aku tak pernah menyangkali keberadaan sesuatu yang "impossible". Tapi aku pun tak kemudian begitu saja mengacuhkan keberadaan "possibility".

Kulongok jendela bus yang kunaiki, ternyata sudah mendekati sekolahku. Seketika aku beranjak dari bangkuku yang kemudian didukuki oleh Ibu-Ibu yang menenteng keranjang anyaman di tangan kirinya. Isinya pet, mungkin. Hanya sekilas aku melirik kearahnya, lebih banyak berkonsentrasi untuk siap-siap turun di halte depan.
Hupp, aku meloncat kecil dari bus dan mendarat dengan selamat. Senyumku kemudian menyungging saat kini mataku dipenuhi pantulan bayangan sekolahku yang gagah menjulang, yang jasadnya dilumuri sejarah, sekolah tertua di Negara kecil ini. Suara riuh semakin menggema ketika aku masuk kelas dengan tampang tak berdosaku.
"Isa…"
"Kemana aja?"
"Apa kabar?"
"Aku g pernah liat kamu deh"
Aku tak mampu mendeteksi suara siapa saja itu. Yang aku tahu, mereka langsung menyerbuku, memelukku. Ini hal yang paling aku sukai tiap kali pergi ke sekolah, aku menemukan orang-orang yang membuatku merasa berarti.
"Tambah gendut"
"Agak kurusan ah"
"Kok kulitnya item?"
Hehehheh.. aku cuma nyengir. Semua perhatian itu, terlepas apakah sebuah keprihatinan karena aku tak pernah sekolah, atau karena mereka benar-benar memperhatikanku, aku selalu bahagia menikamatinya.
Hah… terbayang lagi penat yang akan menyelimuti saat ujian nanti. Apalagi ujian nanti bertepatan dengan musim panas. Belum lagi, ujian yang akan dilaksanakan 3 kali seminggu, tidak seperti biasanya. Terlebih, ah… jadi pengen muntah-muntah kalo inget semua itu.

***

Aku sudah berada didalam bus lagi kini. Menuju jalan pulang sambil menggerak-gerakkan kerah bajuku, berharap angin yang sepoi bertiup diluar sana masuk kedalam bajuku, menyentuh kulitku dan menyisakan rasa nyaman pada tubuhku. Aku membawa pandanganku keluar jendela. Panas, silau, tapi aku tak mau henyak dari kegiatanku saat ini, memandangi taman yang membujur sepanjang jalan pemisah antar jalur yang berada tepat disebelah kiriku. Ada banyak sekali kecantikan disana. Kecantikan yang sebenarnya sudah kukenali sejak lama. Tapi karena dulu aku tersering melihat kecantikan itu, kemudian keindahan itu terasa biasa saja. Hingga kemudian aku sadar saat kecantikan itu menghilang dan hanya bisa kunikmati saat musim semi seperti ini. Apalagi negara kecil ini memiliki banyak sekali spesies bunga yang beragam bentuk, warna dan wangi ini, yang beberapa dari mereka tak bisa kutemukan di negaraku yang di elu-elukan sebagai zamrud khatulistiwa, yang gemah ripah loh jinawi, dan.. apapun itu.
Ah, aku paling benci tiap kali mengingati negaraku.Sedih dan selalu marah pada diriku sendiri tiap kali mengingat negara yang semakin menyedihkan keadaannya itu. Yang ada dibenakku kini adalah untuk segera pulang ke negaraku itu. Klise ya. Semua penduduk negaraku yang tersebar di seantero dunia pun pasti meng-azam-kan hal yang sama. Tapia apa? Tak ada yang bisa menjamin kelebih-baikan kecuali aku sendiri dulu yang bertekad memulai mewujudkan semuanya.

Aku mengalihkan pandanganku karena mataku sudah tidak kuat lagi menahan silau yang terpantul dari mentari yang bersinar cukup terik hari ini. Beralih kedalam bus, lagi, kulihat mbak-mbak yang terlihat mencorat-coret buku pelajarannya, memberi catatan-catatan penting dipinggirannya sambil mencerna isinya diantara sesak yang ada. Pun, seorang Mas-mas yang tetap bertahan berdiri dan bertumpu pada satu tangannya yang menggantung pada besi panjang diatap-atap bus, sedang tangannya yang lain memegang qur-an kecilnya.
"What was, what is and what will I do?" kembali pertanyaan itu menggema di kepalaku. Tapi aku menikmatinya. Meski kadang aku dibuat stress dengan pertanyaan itu, tapi aku juga sering termotifasi oleh pertanyaan-pertanyaan itu. Pindah pemandangan, seorang lelaki tua berkacamata setebal pantat botol limun yang duduk dibangku depanku, digantikan oleh sepasang muda-mudi yang setelah beberapa lama berada didepanku, kuprediksi bahwa mereka sedang pacaran. Sebenarnya risih aku, melihat tingkah mereka yang norak itu. Apalagi dengan mahkota indah yang menutupi kepala sang perempuan. Terlepas bahwa itu sekedar mode atau apalah, aku tetap saja kurang suka melihat tingkah mereka berdua.

Hhhmmpph… tak sepertiku, mungkin mereka telah terlalu sering melihat keindahan yang tersaji, tepat didepan mata mereka. Hingga kini mereka telah begitu tersilau dan malah tak mampu melihat apa-apa. Sedangkan aku? Sepertiku yang kini baru menyadari keindahan bunga-bunga yang hanya muncul saat musim semi, aku bersyukur karena Tuhan masih memberiku kesempatan untuk menyadari keberadaan sebuah keindahan yang sempat hilang dariku. Beberapa menit tersisa sebelum sampai ke halte dekat rumah kosku, aku siap-siap turun sambil iseng-iseng merogoh saku tasku yang sudah lama tidak kupakai ini. Alisku berkerut saat kurasakan kulit tanganku meraba sebentuk benda didasar saku tasku itu. Dan saat aku mengeluarkan sebuah benda ditanganku itu. Aku pun tersenyum memandanginya. Melihat barang ini, mengingatkanku pada nikmatnya memiliki sebuah keindahan yang kini ada bersamaku. Semoga Tuhan tak pernah mengambilnya dariku.
"Wah, ternyata masa lalu tak mau meninggalkanku begitu saja", gumamku pelan. Aku kemudian memasukkannya lagi kedalam sakuku, dan bersiap turun, ketika seorang gadis berambut blonde warna pirang berkalung salib menepuk pundakku dan menyapaku.
"Aku melihatmu memasukkan sesuatu kedalam sakumu. Benda yang sama seperti yang menggantung dileherku. Kamu Kristiani?" tanyanya penasaran.
Aku memberi senyuman sebelum menjawab pertanyaannya, "Bukan. Saya seorang muslim".
Kutinggalkan dia yang terlihat kikuk dengan pertanyaannya sendiri dan jawabanku barusan. Let's gone be by gone, hari ini adalah hari terbaik yang kumiliki. Apa yang akan kulakukan besok ya? agar membuatnya lebih baik dari hari ini?
Aku membetulkan letak tas ranselku, dan berjalan menyebrangi jalan raya yang membentang didepanku. Tak lupa, aku mampir beberapa jenak untuk menikmati keindahan musim semi Negara kecil ini.

Kamis, 03 April 2008

Games

Sore ini seneeeeeeeeeeng banget. Rame. Meski aku kadang menyukai kesendirianku dalam keraramaian yg ada disekelilingku, tapi sore tadi aku bener2 happy ikut NU games yang segitu ramenya. Ada sekitar 3 perlombaan tadi: Volley, futsal ma tarik tambang. Alhamdulilah tadi aku ikut maen Volley ma tarik tambang. Meski nggak menang, tapi tetep seneng. Yah, gimana yah? namanya juga game. harus ada yang menang dan ada yang kalah *gini nih cara ngomongnya orang yang lagi kalah :P

Tapi emang tuh, gak bisa dipungkiri keberadaan Winner dan Looser tadi. Ada yang bilang kalo hidup ini tuh penuh dengan game. "Kamu harus jadi pemenang, or else, kamu yang kalah dan terinjak", gitu kata temennya temen dari temennya temenku :d

Yah, menyoal menang-kalah bagiku itu wajar. Dan terjadi dimana plus kapan aja. Dansaat jadi pemenang, perlu menginsyafi bahwa kemenangan yang didapatkan saat itu bukanlah final dr semuanya. Pun bagi yang kalah, musti membesarkan hati juga. Coba bayangin, kalo nggak ada seseorang yang disebuat "Looser", apa akan ada seseorang yang disebut "Winner"? nggak bakalan kan? *ini lagi nih, cara "seseorang yang kalah" menghibur diri ;))

Pasangan, yap, pasangan. Kalau ada menang, pasti ada yang kalah. Dan kalau kita mau ngitung, akan banyaaaak banget pasangan-pasangan laen. *jangan mikir kmn2 dl ah :d

Maksudnya, akan kita temukan; siang-malam, gelap-terang, senyum-tangis, luka-bahagia dan banyak lagi istilah-istilah lainnya yang g mungkin dibahas satu-satu. Ngomongin tentang "sedih", aku kemaren-kemaren sempet sedih lho karena ada "atmosfir" g enak yang tercipta antara aku dan seorang temen yang sebenarnya g kukenal. Tapi kemudian aku tahu, bahkan sebenarnya temen yang tak kukenal itu yang mengajariku, bahwa tiap orang memiliki caranya masing-masing untuk membingkis sebentuk kepeduliannya atas seseorang. Jika cara itu berbeda dengan cara kita, atau beda dengan cara yang dilakukan kebanyakan orang, kita cukup mencoba untuk memahaminya aja. Emang "sulit" sih, tapi bukannya "g mungkin" bukan? :->

Pernah terpikir nggak? kebanyakan orang kadang tidak menyukai keadaan disaat "sedih" menghampiri hidupnya. Sedangkan mungkin yang tak terpikir olehnya, adalah: selama ini tuh dia begitu menikmati tiap bahagia yang tercipta dalam hidupnya. Kemudian, "saat kita menikmati tiap bahagia yang tercipta, kenapa tak mencoba menikmati sedih yang ada?". Kebayang nggak, kalo "sedih" itu sendirian dalam kesedihannya karena gak ada seorangpun yang mau menerima keberadaannya apa adanya. "Sedih" juga butuh seseorang yang mau menemaninya dalam kesendiriannya. Toh, Allah mengilhamkan pada kita untuk mengekspresikan kesedihan itu. Bisa dengan nangis, bisa dengan teriak di sebuah tempat yang lapang gitu, atau ekspresi-ekspresi laen *asal nggak ngganggu dan gak ngrugiin orang laen aja yap ;)

Yah, klo dirasa-rasa sih, kata-katanya Dewa, "menangislah, bila harus menangis" itu, dalem banget kalo mo dipahami. Ngajarin kita, gimana caranya menikmati sedih dan "menemaninya" biar g ngerasa sendirian. Mengilhami, untuk menerima semuanya apa adanya, "hadapi dengan senyuman". Halah, dari tadi liriknya Dewa mulu nih yang lagi nyantol dipikiran. Meski sebenernya, banyak banget inspirasi yang akan kita dapet kalo kita mau lebih bersabar untuk: lihat, dengar, rasakan *nah lho, kali ini judul albumnya Ari Laso. Yah, lumayan, selama ini g cuma sekedar dengerin musik doang, tapi bisa ngambil apa-apa yang didengerin. Jadi, balik lagi ke awal tadi, sebenernya ada banyak hal disekeliling kita yang bisa jadi inspirasi. Karena Allah, so inspirated, the source of inspiration ;)

Apapun hasil ahir atopun pendapat orang laen tentang apa yang sudah kita lakukan, g perlu over untuk merisaukannya. Asalkan kita udah memberikan yang terbaik yang kita bisa, dan asalkan yang kita lakukan adalah hal yang benar, g perlu terlalu peduli dengan komentar orang laen. "Orang yang paling lama berada denganmu adalah dirimu sendiri. Karena kamu all time, 24 jam selalu bersama dirimu", begitu kata Kakakku, Kak Sofi. Artinya, kalau kita udah berusaha melakukan yang terbaik tapi masih aja dipandang sinis oleh orang laen -ato katakanlah, masyarakat- itu karena mereka nggak tahu secara detail, betapa kita udah berusaha untuk memberikan yang terbaik yang bisa kita kasih. "jangankan kita, Nbai Muhammad yang terjamin kebaikan akhlaqnya aja masih banyak yang sirik tuh", masih kata Kak Sofi *Luv Kak Sofi so much.. :d

Ups, kok ngomongnya nyampe kesitu yap? kayaknya gara-gara laper deh :D jadinya malah ngomong ngelantur kemana-mana. Oke deh, klo gitu daku mo pamitan dulu. Meski blog ini malah jadi kayak buku diary gini, smoga bisa jadi inspirasi untuk siapa aja yang pernah menyempatkan diri ngebaca blog ini, yang mungkin baginya cuma sekedar blogspot murahan *"mentang-mentang blogspot tuh gratis", gitu kali ya komen mereka yang g suka ma blogspot ini :d. Ampun.. blog saya jangan di flag... ehhehehhhe.. >>> apapun komentar orang lain, just let it flow... nyahahhah. Udah ah, pulang dolo yaaaaaap...

Selasa, 01 April 2008

"Semusim..."

Berat
Perih
Sakit
Luka

Tapi akan selalu ada yang menopang, memberi uluran tangan tanpa lelah
akan selalu ada yang mampu mengusir rasa
akan selalu ada yang memeluk dan menenangkan semuanya
akan selalu ada yang membalut luka dan melebur semua...

Rabu, 26 Maret 2008

Tentang Wangi

Huuumm.... 'baunya enak yha'
kata2 'bau' sebenarnya memilik dua kandungan arti. Bisa jadi yg dimaksudkan adalah bau tak enak ataupun bau sedap atau katakanlah, wangi. Tinggal melihat penempatan kata 'bau' itu sendiri. Beralih ke kata2 'wangi'. Klo kita bilang 'wangi' pasti yang terlintas tuh bau yang enak2. Entah itu bau wangi masakan atau meski yang terlintas adalah wangi bunga. Tapi seringnya sih, wangi itu identik dengan aroma sedap yang keluar dari bunga, semuaaa bunga, bunga apa aja. Benarkah semua aroma yang keluar dari bunga itu disebut 'wangi'? dan apakah wangi selalu menggambarkan aroma sedap? lalu, bagaimana nasib si Bunga Bangkai yah? tetapkah disebut 'wangi' atas aroma yang keluar dari sang Bunga? tetapkah dianggap sebagai sebuah keharuman?
Pun begitu atas semua wangi yang tercipta. Apapun bentuknya, wangi tetaplah wangi. Layaknya tiap2 hati yang selalu punya caranya sendiri2 untuk bersinar, pun wangi selalu punya caranya sendiri untuk merebak...
Aku memang sebelumnya nggak pernah tau, betapa Allah begitu peduli padaku. Sampai IA menyampaikannya lewat orang-orang tak dikenal, yang ternyata peduli atasku. Terimakasih Allah, terimakasih untuk mereka yang menyebar wanginya lewat aroma berbeda... :)

Senin, 10 Maret 2008

Bincang Bulan

"Laila? apa kabar hari ini?" suara yang begitu kukenal menyapa dari belakang punggungku. Sebenarnya pemandangan didepanku mencegahku berpaling. Namun aku tak mau menuruti egoku dengan mengacuhkan seseorang yang telah sudi menyapaku.
Aku pun membalikan badanku dan menjawab sapanya, "Hei... apa kabar? iya, alhamdulillah aku baik-baik saja" kataku sembari melontarkan pertanyaan yang sama untuknya yang ternyata hanya terjawab oleh sebentuk senyum. Beberapa jenak mata kami yang berinteraksi. Namun dari yang sebentar itu aku bisa memahami bahwa tampaknya dia tidak mengenalku.
"Maaf, apakah kita saling kenal?"tanyaku
"Eh? tentu saja aku mengenalmu" jawabnya yakin. Dan itu juga meyakinkanku bahwa dia tidak mengenaliku. Yah, dia tidak benar-benar mengenaliku kali ini.
Pertemuan kali ini bukanlah kali pertama. Pun tentunya, ini bukan pertemuan privaci hanya antara aku dan dia karena memang tidak ada kepastian yang terjalin antara kami berdua. Bagiku, hanya disaa-saat berkumpul untuk kepentingan bersama seperti inilah yang kunikmati sebagai kesempatan untuk bertemu dengannya. Dan sebagai perempuan, aku bisa merasakan bahwa dia juga memanfaatkan momen yang sama sepertiku. Atau, sebenarnya aku yang agak sok tahu?
Berlalunya perbincangan, obrolan dari mulai yang serius sampai pada majlis yang hanya dipenuhi gelak tawa, tak juga membuatnya mampu mengenaliku dengan baik. Bahwa yang saat ini duduk bersandar pada tembok yang terasa dingin saat musim panas dimulai ini adalah bukan aku. Sebenarnya aku ingin sekali memberi tahunya bahwa yang didepannya saat ini bukanlah aku. Aku ingin dia yang membawaku kembali pada "aku". Namun suara lain dalam otakku membisikiku untuk diam saja dan menunggu. Berharap, dia akan menyadari ketidak-beradaanku dan kemudian membawa "aku" yang lalu, untuk kembali padaku. Bodohnya, aku begitu mempercayai otakku dan toh hingga ahir pertemuan dia masih saja tidak mengenali, bahwa aku kali ini bukanlah aku. Cuaca diluar ternyata tak seperti dugaanku waktu pertama keluar dari rumahku tadi. Angin yang berbondong-bondong keluar dimalam hari, mencipta dingin dalam kebisuan lisanku.
"Cie... yang lagi mesra..." ledek mereka yang sok mengenal kami. Mereka yang meninggalkan kami berdua saja. Pun begitu, ia tetap tak mengenaliku, bahwa aku bukanlah aku. Sepiku atas hatiku dibumbui oleh ricauan malam dengan gemuruh anginnya.
"Wahai yang mengingkari dirinya, kamu kenapa?" Tiba-tiba Bulan menyapaku
"Er.. maksudmu?" kataku heran pada Bulan yang tiba-tiba berada tepat disampingku, entah sejak kapan. Terlebih, karena sapaannya barusan. Biasanya dia langsung memanggil namaku.
Bulan kemudian tersenyum, "Semua orang boleh tak mengenalimu. Tapi mencoba membohongiku? ckckckck..." katanya sambil menggoyangkan jari telunjuknya padaku didepan wajahnya yang indah.
Aku sudah mencapai halte bus dan Bulan masih saja bersamaku. Aku sebenarnya tidak tahu topik apa yang harusnya aku bicarakan. Meski hati mendesakku untuk bercerita banyak hal pada Bulan, tapi mulutku bungkam saja. Agak lama aku menunggu bus yang akan membawaku kembali kerumahku. Namun terkaget saat memperhatikan Bulan yang tiba-tiba menghilang. Sejenak muncul, namun kemudian meredup kembali. Heranku memancingku untuk memastikan keberadaanya.
"Bulan..." panggilku.
"Ya" jawabnya setelah benar-benar menampakkan cahayanya. Sepertiku, malam ini Bulan seakan-akan bukan seperti Bulan yang kukenal. Tapi yang aku tahu, Bulan tetap bisa menjadi dirinya sendiri. Dan itu tidak terjadi padaku. Bulan tiba-tiba kembali menghilang. Entah tertutup awan, entah gerhana.
"Bulan..." panggilku lagi memastikan.
Bus yang kutunggu tiba-tiba datang. Aku menoleh pada Bulan hendak berpamitan. Namun Sang waktu menarik tanganku untuk masuk kedalam bus dan mengacuhkan Bulan. Sepanjang perjalanan, aku terus melirik langit dan menanyakan keberadaan Bulan. Apakah ia sekedar tertutup awan atau benar-benar gerhana? gurat kekecewaan yang terlukis oleh langit atas sikapku yang meninggalkan Bulan begitu saja, menjadi jawaban. Aku semakin kecewa pada diriku sendiri. Ternyata, keahlianku untuk menyakiti tak hanya mampu melukai manusia saja. Bahkan Bulan sekalipun terluka olehku.
Benar saja, saat turun dari bus, tak tampak lagi olehku keberadaan Bulan. Bahkan saat aku melongok kearah bangunan-bangunan menjulang penuh jendela diseberang sana, tetap saja tak kulihat keberadaan Bulan. Aku semakin bersalah pada Bulan.
"Bulan, apakah kau sedang tertutup awan atau benar-benar gerhana?"

Rabu, 27 Februari 2008

Hal-hal Baru

***Semakin aku mencoba memahami, semakin aku paham bahwa aku tak paham***

Besok, aku punya tugas untuk presentasi ttg resensi buku al-itqon. Dan hingga saat ini I do nothing. Aku tahu, aku sedikit keterlaluan kali ini. Tapi aku tak mau terus berdiam dalam "keegoanku" karena Allah baru saja memberiku sesuatu yang baru. Ceritanya, sore tadi aku masih belum punya inspirasi dari mana memulai tulisan resensiku. Acara kajian tafsir besok terasa sedikit mengusikku kini setelah beberapa kali ganti jadwal. Tadinya acara ini harusnya dilaksanakan tanggal 21 tapi kebetulan bertepatan dengan hari pertama "english camp" ditempat lain yang mana aku terlibat didalamnya. Bersyukur karena kemudian aku dapat berita bahwa "kajian tafsir" diundur tgl 27 nanti. Tapi baru kemudian kusadarai bahwa hari itu merupakan hari terahir "english camp" dan mestinya aku ikut hadir diacara itu untuk farewell party. Tapi tampaknya aku harus memilih. Dan kuputuskan untuk memilih ikut kajian tafsir karena keberadaanku disana lebih penting dibanding kehadiranku untuk farewell party di "english camp" (semua ini CUMA menurutku lho.. ~_^) . Rencananya, tanggal 26 aku bermaksud memulai untuk membuat tulisan resensi buku. Tapi kemudian panitia kajian tafsir memberitahuku bahwa acaranya diundur tgl 28. Sedikit kelegaan menghampiri. Artinya hari ini aku bisa maksimal konsentrasi ke "english camp" dan mempersiapkan soal-soal ujian untuk farewell party sekaligus ujian terahir peserta "english camp" tgl 27 nanti. Tapi, guess what? ternyata tanggal 28 ada kumpul ma temen-temen "cangkruk-an"!!! pusing aku memberi alasan untuk besok. Padahal pas musyawarah ma temen-temen cangkruk-an kemarin aku menolak untuk "cangkruk-an" pada tgl 27 karena overlapping dengan acara kajian tafsir. Tapi sekarang? entah alasan apa yang besok akan kuberikan. Sedangkan dr panitia kajian begitu mendadak sekali menyusun semuanya. Dan aku disini? terhimpit oleh perencanaan-perencanaan, jadwal-jadwalku sendiri.
Dan saat aku sudah penat dengan semua bentuk "hiburan" yang kuciptakan sendiri untuk menghibur hatiku, tiba-tiba Allah mencipta sebentuk skenario dramaNya. Kebetulan, waktu itu ada teman yang memintaku menemaninya belanja disalah satu pasar suvenir di Mesir. Sebenarnya g ada yang spesial dengan pasar itu dan aku udah berkali-kali kesana. Tapi, daripada terus berkutat dengan penat yang nggak tau kapan selesainya, ku iya-kan saja tawarannya. Berharap hal itu akan membantu memanggil inspirasiku -nggak ada yang tahu darimana munculnya sebentuk inspirasi ^v^-
Benar saja, hari ini Allah memberitahuku hal-hal baru lewat temanku itu tadi. Aku mengunjungi tempat disalah satu pojok pasar suvenir tadi, yang aku yakin sangat sedikit sekali teman sesama Indonesia di Mesir sini yang pernah kesana. Atau mungkin belum pernah sama sekali. karena tempat itu tertutup toko-toko penjual korden, alih-alih berada ditempat yang nggak keliatan deh pokoknya :P -it's a secret. Aku g boleh bilang-bilang ke orang laen-. Pulangnya, kita naek taksi yang bisa diisi 8 orang!!! hihihii.. gitu deh, jadi taksi-taksi dimesir tuh emang lucu gitu. G heran, kadang kita sering nemuin taksi yang g mau nganter kemana tujuan kita meskipun itu sebenarnya jadi arah tujuan dia juga Seakan-akan mereka tuh nyupir semau mereka. Kalau lagi pengen ya nganterin penumpang, kalo lagi g pengen ya ditinggalin gitu aja tuh penumpang. Cape deeeeeeh... atau kadang satu taksi bisa mengangkut dua penumpang berbeda, selama kedua penumpang itu menuju arah yang sama. Tentunya Sisupir taksi itu berani ngangkut penumpang kedua setelah mendapat persetujuan penumpang pertama. Kira-kira seperti itulah prediksiku. Nah, husus disekitar pasar suvenir yang tak ceritain itu tadi, ada taksi (bentuk mobilnya tuh kayak sedan panjang gitu) yang bisa muat 8 penumpang sekaligus. Berhubung tuh pasar suvenir agak sedikit jauh dari jalan raya, biasanya taksi jenis ini tuh untuk transportasi jarak dekat doang. Cuma nganter penumpang sampe jalan raya aja, ato nganter ke zekitar-zekitar zitulah. Selama ini sih biasanya aku ada urusan didaerah yang agak jauh dari pasar suvenir itu. Jadi selama ini cuma liat doang ke taksi-taksi bermuatan 8 penumpang itu. Tapi sore tadi, karena persetujuanku untuk nganter temen, aku jadi bisa ngerasain naik tuh taksi deh!! ^v^
Aneh, dan sedikit lucu kalo dirasa-rasa. Masak naik yang namanya "taksi" tapi disitu ada banyak orang-orang asing yang satu taksi ma kita. And know what? ternyata tuh taksi ngelewatin jalur-jalur yang jarang dilewati mobil-mobil lain, ngelewatin kuburan!!! hihihii.. aneh, serem, seru, lucu. Belum berhenti sampai disitu skenario Allah, lewat temen yang nagjakin aku tadi, Allah ngasih tahu aku warung makan turki yang uuuuenak banget. Mana kunjungan pertama kesana aku ditraktir ma temen yang ngajakin aku tadi, lagi! huhuuuuuy.. seru, nyenengin, bikin fresh!
Dan untuk Allah yang udah bikin episode seru selama beberapa jam ini, aku nggak akan menyia-nyiakannya. Now, it's time for me to do my duty for tomorrow. Makasih Allah untuk kejutan dan semua hal-hal baru yang hamba dapat hari ini. Hanya Engkau yang selalu Tahu bagaimana membuatku kembali tersenyum, bagaimana membawa kembali bahagia agar muncul dari hati.

^v^

Kamis, 21 Februari 2008

Mungkin kau tak tahu

Sering, dalam tiap perjalanan yang kutempuh, aku ngerasa bosan dengan semua. Merasa terlelah dengan perjalanan. Meski perjalanan itu kadang aku sendiri yang memilih arahnya. Tapi disaat semua saraf mulai meredup untuk mampu merasai apa yang terjadi, Allah selalu menghadirkan nafas baru lewat siapa saja yang dipilihNya. Seperti saat ini, keinginan untuk menulis yang dahulu kobaran nyalanya mampu menerangi pemandangan hidup beberapa meter didepan sana, kini mulai meredup. Tapi disaat semua rasa ingin meninggalkanku dalam perjalanan ini, datang seseorang yang mengatakan bahwa ia suka sekali membaca tulisanku. Terlepas dari kebenaran atau hanya sebuah basa-basi atas apa yang dikatakannya, seseorang itu tidak pernah tau bahwa sedikit saja kalimat darinya mampu memanggil kembali semua rasa yang sempat hendak mengacuhkanku.


Dan kamu, kamu nggak akan pernah tau, kapan kamu menjadi inspirasi bagi orang lain.
Dan kamu, nggak akan pernah tau, bagaimana kata-kata yang baik yang keluar dari bibirmu memberi satu nyawa baru pada kehidupan seseorang.


^.^

Rasai ini...


Pagi ini aku terbangun dan tak mendapati cintaMu...


***

Iseng, tepat setelah terjaga dari tidurku pagi ini aku berdiri sejenak didepan cermin setinggi tubuhku yang terpasang ditengah kamar, didekat komputer. Kudapati wajah yang tersenyum disana. Alih-alih karena mimpi indah yang kudapat barusan, disamping karena kepalaku terasa ringan sekali. Meski aku tidak bisa berbohong saat menyelip gamang pada hatiku yang mencari cintaNya. Pagi ini, matahari lebih dulu menemuiNya, memenuhi kewajiban yang tertulis atasnya, dan bercengkrama lebih awal denganNya, mendahuluiku.

Saat sadarku telah benar-benar utuh setelah mengembara semalaman, aku kemudian teringat schedulu hari ini: ngurus perpanjangan visa-datang ke english camp-persiapan untuk acara besok-B'day greeting ke rumah Ana-nyuci baju-ngetik materi untuk acara siang ini. Nggak mungkin bagiku melakukan semuanya saat ini juga, karna ada beberapa kegiatan yg waktunya bersamaan. dan aku harus memilih. Ah... aku paling benci disuruh memilih. Kalau boleh, aku nggak akan pernah memilih saja. Ups, bukanlah "tidak memilih" juga merupakan sebuah pilihan? artinya, "Aku memilih untuk tidak memilih" ...entahlah...

Yah, toh ahirnya aku memilih juga. Aku memilih untuk tidak melakukan hal pertama, mengurus visa, dan menggantinya dengan melakukan hal terahir, megetik materi untuk acara siang nanti kemudian membawanya dan mempresentasikannya dengan pertimbangan: aku masih memiliki cukup waktu untuk menunda perpanjangan visaku -meski aku tau sekali, tak baik menunda pekerjaan. Ini kenapa aku nggak suka memilih-

Aku membuka komputerku dan mulai mengetik. Aku sedang tidak menyukai sunyi, makanya aku nyalakan winamp dan memilih deretan lagu dari file "compilasi english song" dan tiba-tiba aku teringat pada satu lagu lawas yang beberapa hari yang lalu liriknya sempat ditulis oleh salah satu teman di YM-listku sebagai status. Penggalan lirik itu .:: I knew that I loved again, after a long long while, I loved again::. seketika bisa kutemukan judul lagu itu -entah muncul dari bagian otakku sebelah mana- tapi aku sama sekali tidak mengingat nama singernya karena memang dulu kupikir tak penting mengingat nama singer, tapi kemudian aku tahu kalau aku salah. Karena saat aku mengetik judul "beutiful girl" kedalam kotak pada page youtube-ku, aku tak menemukan lagu yang kumaksud. Sedihku membawaku pada bertambahnya kerinduan pada lagu lawas itu yang sampai beberapa hari kemudian tak kutemukan. Dan pagi ini, tiba-tiba aku teringat lagi pada lagu itu.

Masih dengan tidak melepaskan key CTRL pada keyboard dan memilih lagu yang kusukai, mbak Mita tiba-tiba masuk ke kamarku, berpamitan untuk pergi. Didorong kerinduan yang muncul lagi atas lagu lawas tadi, aku kemudian menanyakannya pada mbak Mita perihal lagu itu. dan aku harus kecewa, karena, pun mbak Mita ternyata hanya mengenali lagu itu, dan bukan penyanyinya. Nothing I can do, kemudian aku meneruskan memilih-milih lagu yang kukenali dari sekian banyak deretan lagu pada fileku dengan perasaan kecewa. Dan tugas-tugas hari ini rasanya kini berubah menjadi beban bagiku, ditambah kerinduanku pada "beautiful girl"ku, hingga aku sampai pada huruf "J" dideretan lagu-lagu tadi, aku mengambil lagu Josh Groban. Tak sengaja, aku melihat tulisan "Jose Mari Chan_Beatiful Girl" berada beberapa jarak dari lagu Josh Groban yang baru saja ku-klik. Reflek, Aku juga mengambil lagu Jose Mari Chan. Dan saat lagu itu terlantun... Waaaaaaaaaaaaaaa... ^o^ it was the song that I searched for. Dan Allah begitu baiknya dengan kejutan dariNya pagi ini ^_^

Hah...rasanya kepalaku kembali ringan :D

dan semua tugas yang beberapa saat sempat terasa menjadi "beban", kini sudah tidak lagi memberatkan hatiku. See, bagaimana Allah mengubah semuanya? Bagaimana DIA "memberi" sebelum bibirku berucap pinta. Bahkan, sebelum otakku memeberi perintah pada bibirku untuk "meminta", Allah sudah terlebih dahulu mengabulkannya.

Allah baik banget g seeeeeeeeeeeh...


Da story dis morning just remind me about the thing that happened many days ago, when was in my celebrate birhtday. At that day, aku musti ngeberesin berkasku di KBRI kemudian pergi ke Majlis A'la untuk mengurus permohonan beasiswa. Aku nggak nyangka, kalau pas hari ulang tahunku yang tadinya kurencanakan untuk menikmatinya sehari penuh dan nggak kemana-mana, malah sekarang harus -mungkin- seharian mengurus pengajuan beasiswaku dan pergi kemana-mana. Tapi aku pikir, aku hanya nggak tahu apa yang jadi hikmah dibalik semua ini. So, aku anggap aja ini kado dariNya, memitaNya menjadikan hari ini sebagai hari keberuntunganku dan aku memintaNya memberi satu kado lagi, dengan memberiku beasiswa. -terlalu tamakkah aku?-

Dalam perjalanan menuju KBRI yang sebenarnya hanya tertempuh dengan 15 menit naik mobil, aku rasakan kepalaku pusing memandang pepohonan yng berlarian diluar sana. Mungkin ini karena aku tidak tidur semalaman setelah rasa bahagia yang luber saat teman-temanku datang kerumahku tepat jam 12.00 malam dan memberiku kejutan ulang tahun hingga membuatku tak bisa memjamkan mata. Paginya, baru sempat tertidur satu jam setengah, mbak Lely membangunkanku dengan enggan -mbak Lely tahu kalau aku baru saja sejenak bisa tidur- memberitahuku bahwa ada beberapa teman yang menunggu diluar sana. Aku melirik jam tangan yang melingkar ditangan kiriku, 6.10.

"Bertamu sepagi ini?" pikirku. Tapi aku nggak boleh egois dengan membiarkan tamuku menunggu diluar sana dalam cuaca sedingin ini. Bukankah mereka nggak tahu kalo aku semalem belum tidur? ahirnya, meksi baru saja bangun tidur, aku pun langsung menemui mereka yang ternyata menolak tawaran mbak Lely untuk duduk dan menungguku didalam. Dan niatanku untuk menghargai tamu-tamuku dibalas sebentuk bahagia dariNya. Ternyata, mereka yang datang adalah mereka yang baik hati, karena telah meluangkan waktunya sekedar untuk berucap "happy birthday" dengan masing-masing dua kumtum mawar -merah dan putih- yang mereka berikan sebagai kado, dan bela-belain pergi kerumahku sepagi ini. Sedangkan sedikit yakin, aku bisa bilang, kalau hari-hari biasanya mungkin mereka akan memilih untuk dirumah saja dalam cuaca musim dingin yang sedingin ini. Dan keberadan mereka yang beberapa waktu terahir menjadi partnerku diKSW(Kelompok Studi Walisongo -satu keorganisasian kekeluargaan-) kali ini memberi bahagia tersendiri. Aku yakin, kedatangan Ipul, Iqbal dan Anwar kali ini adalah murni sebentuk peduli dari seorang teman. Teman, yang selalu ingin melihat temannya tersenyum. Teman, yang selalu ingin memenuhi hati temannya dengan bahagia.

Penat yang memukul-mukul kepalaku membuyarkan kenangan bahagiaku barusan

"Ke KBRI saja rasanya sudah selemas ini. Bagaimana ke Majlis A'la nanti?" pikirku. Terbayang jauhnya perjalanan yang harus kutempuh setelah ini. Harus naik angkot ke halte kereta ekspres, kemudian naik kereta itu sampai beberapa halte berikutnya dan masih lagi harus berjalan kaki beberapa jarak. Huuppfhh.. Tapi waktu itu aku tetap meminta agar hari itu menjadi hari keberuntunganku atas semua usahaku kali itu. Namun aku harus kecewa dihari bahagiaku, menganggap Allah tak mendengar doaku saat kulihat kertas yang menempel digerbang pintu konsuler KBRI : "LIBUR, memperingati tahun baru imlek. Akan kembali buka Ahad, 10 febuari 2008". Hanya helaan nafas yang menemaniku. "Bodoh sekali. Sampai tahun baru imlek saja kamu nggak tahu," rutukku pada diriku sendiri. "Tapi aku kan bukan orang Tionghoa, atau Cina, atau siapalah mereka yang bermata sipit. Kenapa aku harus mengingat-ingat tahun baru mereka?" bela satu suara lain dalam hatiku. Nothing that I can do -lagi- membuatku bergumam, laa haula wa laa quwwata illa billah... (Tiada daya dan kekuatan kecuali hanya dari Allah)

Aku pulang ke rumah dengan perasaan setengah-setengah. Setengah kecewa, karena -masih saja berpendapat- bahwa Allah tak mau mengabulkan doaku, dan setangahnya lagi, perasaan bahagia tiap kali mengingati kenangan pada malam ulang tahunku dan pagi waktu itu. Tapi tampaknya, perasaan kecewaku sedikit mendominasi. Hingga ahirnya aku sampai kerumah dan membaringkan tubuhku yang masih juga merasai penat, aku menyalakan komputer, membuka YM sekedar ingin mengetahui siapa saja yang online, sambil noton film. Beberapa jenak berbaring, penat dikepalaku mulai hilang, Alhamdulillah. Namun yang sedikit membuatku aneh, kenapa kantuk tak juga menyapaku. Tapi kemudian aku menemukan jawabannya: mungkin karena sesaat kemudian kulihat seorang teman terlihat online dan kemudian aku ngobrol dengannya dan beberapa teman lain. Dan obrolan-obrolan itu membuatku nyaman, tentunya juga karna saat itu aku sembunyi dibalik selimutku. Yang terjentik kemudian adalah aku baru menyadari bahwa pinta yang kupanjatkan hari ini mungkin sebuah kesalahan. Mestinya aku cukup menengadah dan berkata, "Allah, mohon berikan yang terbaik", untuk apa yang akan terjadi hari ini. Buktinya, saat ini, aku disini, berbincang dengan teman-temanku, dan aku nyaman -plus bahagia- dengan semua ini. Ah, seandainya Allah mengabulkan doa yang kuminta tadi, mungkin kali ini aku masih berada diperjalanan menuju Majlis A'la dan sudah setengah pingsan diluar sana. Allah emang keren, selalu tahu apa yang terbiak untuk hambaNya, pengertian dengan semua perhatianNya, memberi sebelum diminta. Luv U Allah...

***


Aku seakan tak lagi mengenali cintamu, tapi biarkan aku untuk tak terlelah mencari...