Jumat, 15 Mei 2009

Wajahku Hatiku

Once upon a time, aku dan Miella bersepakat untuk berniat mendownload soundtrack film "Perempuan Berkalung Sorban" yang dinyanyikan Siti Nur Haliza itu dari Youtube. Tak henti-hentinya kami bersepakat pula membahas segenap kecantikan Sang penyanyi. Kecantikan wajahnya. Kecantikan Suaranya. Kecantikan hatinya.
"Tapi sayang ya dia gak pake jilbab." celetuk Miella
"Eh, meski gak pake jilbab, tapi aku g pernah lho melihat dia pakai pakaian mini atau yang aneh-aneh. Pakaiannya selalu sopan. Modis lagi." Miella meneruskan sendiri pembicaraannya. Aku tersenyum. Iri.
"Haaahh.. Beruntungnyaaa..," kini aku yang melontar komentar.
"Eits, tenang Kak. Kita juga bisa kok jadi secantik dia", Miella.
"Apanya? Kalau kecantikan hati sih mungkin masih bisa dibentuk. Nah kalau kecantikan dhahir? Menurutku, g mungkin dong aku ganti wajahku dengan wajah orang lain yang cantik. Tapi kalau ngebenerin kecantikan hati sih masih memungkinkan."
"Eh, kata siapa kakak jelek? Kakak tuh manis lhoo. Kak Nirel juga bilang gitu kok."
"Whatever.. Yang pasti aku ngaca selama 21 tahun dan aku gak seperti apa yang kamu bilang. Jadi, yang masih mungkin dibentuk adalah hatiku. Biar menjadi cantik. Sayangnya, hatiku pun sudah terlanjur busuk! Sial".
"..."

Selasa, 12 Mei 2009

Untuk siapa??

Beberapa hari yang lalu aku dapet offline dari beberapa teman dengan isi yang sama. Sebuah kata-kata bijak dari salah satu tokoh dunia. Aku lupa gimana tepatnya kalimat itu tersusun. Tapi intinya, "hiduplah kita dengan sepenuh hati. Dengan perasaan ihlas menjalaninya. Berikanlah yang terbaik untuk hidupmu dan untuk orang lain. Dan berikan sebanyak-banyaknya. Perlakukan orang lain, seperti kau ingin dipelakukan oleh orang lain".

Bagus ya kalimatnya. Bener tuh yang dikatakan, "Berikan yang terbaik dan yang sebanyak-banyaknya untuk kehidupan kita dan untuk orang lain". Biasanya, tanpa kita sadari, kita tuh sering lho menuntut banyak dari orang lain dan dari kehidupan kita. Padahal kita pun sebenarnya belum memberikan banyak. Kalau mau mencerna lebih dalam, kehidupan ini layaknya sebuah kaca benggala. Ketika kita tersenyum pada kehidupan, maka hidup juga akan tersenyum balik pada kita. Iya to?
Coba inget-inget, Pernah nggak mengalami masa dimana kamu tuh bete banget. Abis itu semua orang kena marah dari kamu, kamu cuekin, kamu gi males untuk care ma temen sekost-an ato temen kelas dll. Trus apa yg kamu dpt? pasti mereka juga jd jutek kan ke kamu, jd gak care ama kamu dan itu malah semakin memperburuk kondisimu yang lagi bete. Misalnya aja kamu pas bete gitu, hirup udara segar diluar sana dalam-dalam. Hirup, nikmati, syukuri. Lalu hembuskan nafasmu perlahan. Ulangi beberapa kali. InsyaAllah akan mengurasi beban yang rasanya nyeseg di dada. Nah kalo gi ngerasa bete dirumah, ya keluar aja bentar. Nyari suasana baru. Kalo dah ktemu temen diluar sana, dan kamu datang dengan senyuman, mereka pun akan menyambutmu dengan senyum yang sama. Alih-alih, mereka memberikan hiburan dan kegembiraan yang saat itu gak kamu dapetin dirumah dan menghapuskan dukamu.

Tapi inget, keluar rumahnya jangan lama-lama, apalagi sampe niat untuk gak balik pulang. Dunia yang bulat ini berputar kok. Dunia yang kecil ini juga bakalan fana, rusak, g abadi. Tangis dan tawa itu tak akan selamanya. Bisa jadi, suatu saat dunia baru menyenangkan yang baru-baru ini kamu temukan juga akan memberikan luka untukmu.
So, hiduplah dimana saja, kapan saja, berikan yang terbaik, sebanyak-banyaknya.

Aniwei, dari kalimat yang panjang lebar diatas tadi, kalimat terahir aku gak setuju. Kenapa kita harus memperlakukan orang lain seperti bagaimana kita ingin diperlakukan oleh orang lain? Kan kalimat sebelumnya udah jelas, "berikan yang terbaik untuk kehidupan dan untuk orang lain. Sebanyak-banyaknya". Tanpa harus ada embel-embel dan ngarep bahwa orang lain akan melakukan hal yang sama pada kita. Soalnya nih, kebayang gak sih kalo setiap tindakan baik yang kita lakukan, berdasar pada keinginan kita untuk diperlakukan seperti apa yang udah kita lakukan untuk orang lain. Kita ngasih sedekah ke fakir miskin, dengan harapan, suatu saat Allah akan membalasnya -entah lewat siapa- dengan kebaikan. Lha iya kalo kita bisa exactly know balasn itu berwujud seperti apa. Kan nikmat Allah itu beraaaagam banget. Beda kalo kita main email-emailan. Kita bisa dengan mudah nge-check apakah email balasan udah kita terima ato belom. Nah kalo balesan itu dari Allah, bisa beragam banget kan bentuknya. Diberi izin untuk masih menghirup udara dengan normal(lewat hidung lalu mengalir ke paru-paru), masih diberi anggota tubuh yang utuh, gigi yang genap(cuma agak bolong-bolong dikit gerahamnya), masih bisa membagi senyum, dll itu kan merupakan anugerah yang oftenly didn't noticed by us. Hayo ngaku...

Kalo kita dah ngasih sesuatu ke org lain. Trus berharap bahwa orang lain melakukan hal yang sama, bisa "makan ati" nih kita kalo balasan itu ternyata tak kunjung datang. MIsalnya, kita ngalah karena ngeliat piring kotor yang menumpuk dirumah. Padahal harusnya tiap orang rumah tahu, "barang siapa ngotorin piring ato gelas, dia juga yang bertanggungjawab mencucinya". Tapi apa kenyataannya? Just do the thing you think it's right. Inget, tanpa harus berharap bahwa orang lain akan melakukan hal yang sama lho ya.. Soalnya gini, kamu pasti bakal gondok kalo ternyata kejadian tadi berulang-ulang dan selalu saja kamu yang kebagian nyuci cucian milik orang lain. "Yawdah, klo gt tuh cucian diemin aja". Gimana kalo semuanya ternyata pada g peka dan kamu adalah 'the chosen one' untuk melakukan semuanya. Karena kalo bukan kamu yang dengan lapang dada melakukan semuanya, siapa lagi? Mengalah bukan berarti kalah kok. Toh, asalkan kita gak ngarep bahwa orang lain akan melakukan seperti apa yang udah kita lakukan untuk orang lain, semuanya akan terasa lebih ringan. Jadiiii, "berikan yang terbaik untuk hidup kamu dan untuk orang lain, sebanyak-banyaknya. Itu saja". Keep smile yha.. ^-^


-Jika surga dan neraka tak pernah ada-

Senin, 04 Mei 2009

I know you exist

-Kenangan selalu ada. Bagi mereka yang memang ingin mengenangnya, atau tak sengaja terkenang begitu saja. Pahit atau manis, kenangan tetap dengan bentuknya. Atau mungkin ini aku yang sekarang takut untuk "mengenang"? Hawatir kalau-kalau aku malah akan terhenti dan larut lagi dalam kenanganku. Maaf karena aku tak pernah tahu, apakah kau tetap hanyou atau memilih menjadi yokai, menjadi seperti Sesshomaru. Sama seperti ketidaktahuanku, apakah kau bersamaku atau sedang bersama Kikyo. Yang aku tahu, I know that you exist, for me, for Kikyo, for your sword Tessaiga, or even for them-