Jumat, 28 Agustus 2009

Once upon a time

Aku pernah hampir berhenti menulis. Sampai suatu waktu, seorang kakak memberitahu tentang bagaimana dia menyukai cerita2ku disini. Dan dia selalu mengikuti dan menyimak setiap ceritaku.

And know what? Betapa tidak produktifnya aku akhir=akhir ini karena tak lagi menulis. Dan salah satu alasannya adalah karena kakakku itu tak lagi terdengar kabarnya. Apakah dia masih sesekali mengunnjungi blog ini atau tidak. Kemudian, setelah sekian lama aku lalu menyadari, bahwa gak seharusnya aku berhenti berkarya. Aku harus tetap menulis. Membagi perasaan, menuliskan pengalaman-pengalaman, mengajak orang lain merasakan apa yang sedang dirasakan orang-orang disekitarnya.

Aku harus menulis untuk orang banyak. dan aku harus menulis tentang banyak hal. Biar kalau sewaktu-waktu kakakku itu teringat dengan keberadaan blogspot ini, dia akan menemukan banyak cerita yang kutulis, juga untuknya.

Makasih kak

Kamis, 25 Juni 2009

Perasaan Paling Menenangkan


Lately, I used to hate someone. Padahal dia berada didekatku. Tapi gak tau kenapa, aku ma dia jarang bisa "nyambung". kebayang dong, tiap beberapa jam sekali ketemu, tapi yang ada kita tuh cuma diem-diemaaaan terus. Sakit sih. Makan ati. G tau deh. Pokoknya gitu. Bawaannya tuh aku sering berprasangka yang enggak-enggak mulu ama dia. Entah dulu gimana awalnya, tapi setauku kita semakin jauh, semakin ngerasa asing, semakin membenci, asing. Selama ini sih dia baik-baik aja. Karena meski terkesan g ramah denganku dan beberapa org disekitarnya, dia punya sahbata baik yang selalu nyempetin buat main kerrumah dan menghibur dia. Sesekali, sahabat baik dia itu mengajaknya jalan-jalan keluar. Anehnya, meski aku gak memungkiri kalo hatiku seringnya benci tiap ketemu ato berinteraksi ama dia, aku selalu menikmati gelak yang terdengar sampai keluar kamarnya saat sahabat baik dia melontarkan sebuah humor. Aku juga suka matanya yang berbinar setiap kali membuka pintu rumah, dan mendapati sahabat baik dia ada dibalik pintu sana. Ada kelegaan di hatiku pada tiap senyuman yang muncul diwajahnya.

Sampai suatu ketika, sahabat terbaiknya pergi berlibur. Hanya sementara, sebenarnya. Tapi sperti yag kuceritakan tadi, hanya sahabat baiknya itu satu2nya orang yang bisa memunculkan ekpresi di wajahnya. "Seluruh hari akan kembali bisu. tak akan ada lagi gelak untuk sementara", pikirku. Aku merasakan sedih yang dia rasakan saat kepergian sahabatnya itu. Aku ingin menghiburnya, tapi urung. Karena kupikir, aku tak akan pernah bisa melakukan hal itu setelah semua yang terjadi diantara kami selama ini. kebekuan tak akan mencair hanya karena sedetik peristiwa. Entahlah.

Malam setelah keberangkatan sahabatnya itu, kudengar ada sebuah isak tangis tertahan. Seorang temanku mengetuk pintu kamarnya dan mendapati dirinya menangis. Benar-benar menangis! Benar-benar sedih! Entah dorongan darimana. Mungkin intuisi. Aku sertamerta masuk kedalam kamarnya. Sedangkan teman yang berinisiatif untuk membuka pintu kamar miliknya, hanya terhenti di pintu kamar. Intuisiku bekerja lagi. Aku mengusap kepalanya, merasakan getaran dari isak yang ada. Perlahan, kata-kata pun keluar dari mulutku, mencoba menengakannya. Lalu seketika semua benci dihati hilang. berganti empati. Trus aku nyadar, ternyata perasaan paling menyenangkan adalah menyayangi. Bukan membenci.

Selasa, 09 Juni 2009

dont U think so?

I was underestimate her, when my mate call me to see her performance in one of talent competitions. For the first, I surely underestimate her. Just because of her behaviour, and I think that she's too old, to join that competition. But when I hear she's singing completly, I hum, "damn myself. However, we couldnt "see the book just by the cover". And, dont know what to say, just check it by your self, and You'll think the way I think.

Empek-empek

Suara gemerincing kunci-kunci yang saling berbenturan, mengisyaratkan siapa yang datang
"Kak Alin...", sapaku begitu segurat wajah muncul setelah pintu terbuka. Benar dugaanku. Cuma kak Alin yang punya kunci segitu banyaknya, entah kunci apa saja, yang digabung pada satu gantungan kunci. Dia menjawabku dengan senyuman khas miliknya. Sebuah senyuman tulus. Ia tampak sedikit repot mengatur kantong belanja yg memenuhi genggamannya saat hendak melepas sepatunya. Aku berdiri membantunya membawakan kantong-kantong itu masuk kedalam rumah. Kebetulan aku sendirian diruang tengah. Yang lain sedang bertapa didalam kamarnya masing-masing. Entah melakukan apa saja.
"Abis belanja ya kak"
"Iya tuh. Tadi, mampir ke supermarket bentar. Aku jg tadi abis mampir restoran Indo, trus beli empek-empek buat kalian". Ceritanya.
Fitri tampak keluar dari kamarnya. Hanya menoleh sebentar kemudian berlalu begitu saja. Dia buru-buru ke kamar mandi, tampaknya. Kak Alin menyandarkan punggungnya diatas kursi ruang tengah, lelah. Aku kembali pada kesibukanku tadi, nonton TV.
"Lho Rin, dibuka lho empek-empeknya. Itu kan buat kalian". Aku nyengir gak ihlas. Karna sebenarnya aku gak begitu doyan empek-empek. Bukan apa-apa, tapi mungkin karna aku tidak benar-benar pernah mencoba merasakan makanan itu.
Kak Alin menawarkan kembali untuk menyantap empek-empek yang sengaja dibawanya untuk kami. "Tolong dong, klo gak keberatan, panggil juga Fitri dan teh Jaja ya". Begitulah kak Alin, tutur bahasanya halus sekali. Aku suka.
Akupun beranjak memanggil semua anggota flat kami untuk makan empek-empek bareng. Empek-empek ditaruh pada mangkok besar. Lalu kuahnya dituangkan diatasnya. Sendokpun sudah pada mangkok masing-masing kami.
"Hwaaa.. Empek-empek...", ucap teh Jaja, lebih pada kalimat, "selamat makan...", begitu kira-kira. Kulihat semua orang, kecuali aku, langsung menyendok secuil empek-empek lalu menambahkan kuahnya dalam satu suapan. Aku yang tak pernah benar-benar disuguhi empek-empekpun sudah mulai tergoda dengan bau khas dari kuahnya. Membuat selera makanku langsung bergeliat muncul. Aku melakukan hal yang sama seperti yang lain. Dan saat indra perasaku bekerja mencicipi rasanya.. wuiiihh aku langsung bertekad, "kapan-kapan aku harus beli empek-empek lagi sendiri", padahal yang didepanku saja belum lagi habis. Manusia serakah sepertiku ini masih saja ada ya. Aku menggeleng-geleng sendiri dalam diamku sambil menikmati empek-empek itu.
"Waaah.. kak Alin gi dapat rizqi banyak yha", sekarang Fitri yang urun suara.
"Nggak banyak kok. Tapi, cukuplah untuk beliin kalian ini", jawab kak Alin sambil menunjuk semangkok empek-empek didepannya dengan dagunya. Teh Jaja menelan isi didalam mulutnya hendak ikut bersuara,
"Lha kalo bisa ngebeliin kita empek-empek gini ya lumayan lah rizqinya. Sering-sering aja Lin, heheheh..", gurauan teh Jaja disambut gelak yang lain.
Kak Alin mengusap bibirnya dengan tissue, kemudian menjawab,
"Alhamdulillah, Teh. Teteh inget g? Beberapa minggu yang lalu Alin dapet job gedhe. Honornya aja 10kali lipat dari yang Alin dapat sekarang ini. Tapi ya gitu deh, gak tau gimana, duitnya udah abissss aja. Nah sekarang Alin dimintain tolong kecil-kecilan. Gak taunya dapet bonus nih". kak Alin nyengir.
Ia meletakkan mangkoknya yang menyisa sedikit kuah didalamnya. Sedang empek-empek dan mie yang jadi campurannya, habis tak tersisa.
"Ternyata duit banyak itu gak menjamin kebahagiaan yha", kata kak Alin tiba-tiba. "Buktinya, sore ini aku bener-bener ngerasa legaaa banget bisa nraktir kalian, meski cuma empek-empek. Tapi pokoknya seneng. Karena aku bisa berbagi kebahagiaan yang kurasakan, pada orang lain. Sedangkan dulu pas duitku banyak, aku gak bisa beli apa-apa buat kalian. Bahkan rasanya, kebutuhanku sendiri belum sepenuhnya bisa terpenuhi dengan uang sebabyak itu". Ia menaikkan kedua bahunya, tak mengerti. Lalu disambut senyum "mengerti" dari Fitri dan teh Jaja. Sedang aku sendiri cuma manggut-manggut dan menyuapkan satu sendok terahir empek-empekku.
"Kayaknya beli empek-empeknya kapan-kapan aja deh. Satu ini aja udah kenyang banget", gumamku, kemudian membaca hamdalah memungkasi acara makanku.

Jumat, 15 Mei 2009

Wajahku Hatiku

Once upon a time, aku dan Miella bersepakat untuk berniat mendownload soundtrack film "Perempuan Berkalung Sorban" yang dinyanyikan Siti Nur Haliza itu dari Youtube. Tak henti-hentinya kami bersepakat pula membahas segenap kecantikan Sang penyanyi. Kecantikan wajahnya. Kecantikan Suaranya. Kecantikan hatinya.
"Tapi sayang ya dia gak pake jilbab." celetuk Miella
"Eh, meski gak pake jilbab, tapi aku g pernah lho melihat dia pakai pakaian mini atau yang aneh-aneh. Pakaiannya selalu sopan. Modis lagi." Miella meneruskan sendiri pembicaraannya. Aku tersenyum. Iri.
"Haaahh.. Beruntungnyaaa..," kini aku yang melontar komentar.
"Eits, tenang Kak. Kita juga bisa kok jadi secantik dia", Miella.
"Apanya? Kalau kecantikan hati sih mungkin masih bisa dibentuk. Nah kalau kecantikan dhahir? Menurutku, g mungkin dong aku ganti wajahku dengan wajah orang lain yang cantik. Tapi kalau ngebenerin kecantikan hati sih masih memungkinkan."
"Eh, kata siapa kakak jelek? Kakak tuh manis lhoo. Kak Nirel juga bilang gitu kok."
"Whatever.. Yang pasti aku ngaca selama 21 tahun dan aku gak seperti apa yang kamu bilang. Jadi, yang masih mungkin dibentuk adalah hatiku. Biar menjadi cantik. Sayangnya, hatiku pun sudah terlanjur busuk! Sial".
"..."

Selasa, 12 Mei 2009

Untuk siapa??

Beberapa hari yang lalu aku dapet offline dari beberapa teman dengan isi yang sama. Sebuah kata-kata bijak dari salah satu tokoh dunia. Aku lupa gimana tepatnya kalimat itu tersusun. Tapi intinya, "hiduplah kita dengan sepenuh hati. Dengan perasaan ihlas menjalaninya. Berikanlah yang terbaik untuk hidupmu dan untuk orang lain. Dan berikan sebanyak-banyaknya. Perlakukan orang lain, seperti kau ingin dipelakukan oleh orang lain".

Bagus ya kalimatnya. Bener tuh yang dikatakan, "Berikan yang terbaik dan yang sebanyak-banyaknya untuk kehidupan kita dan untuk orang lain". Biasanya, tanpa kita sadari, kita tuh sering lho menuntut banyak dari orang lain dan dari kehidupan kita. Padahal kita pun sebenarnya belum memberikan banyak. Kalau mau mencerna lebih dalam, kehidupan ini layaknya sebuah kaca benggala. Ketika kita tersenyum pada kehidupan, maka hidup juga akan tersenyum balik pada kita. Iya to?
Coba inget-inget, Pernah nggak mengalami masa dimana kamu tuh bete banget. Abis itu semua orang kena marah dari kamu, kamu cuekin, kamu gi males untuk care ma temen sekost-an ato temen kelas dll. Trus apa yg kamu dpt? pasti mereka juga jd jutek kan ke kamu, jd gak care ama kamu dan itu malah semakin memperburuk kondisimu yang lagi bete. Misalnya aja kamu pas bete gitu, hirup udara segar diluar sana dalam-dalam. Hirup, nikmati, syukuri. Lalu hembuskan nafasmu perlahan. Ulangi beberapa kali. InsyaAllah akan mengurasi beban yang rasanya nyeseg di dada. Nah kalo gi ngerasa bete dirumah, ya keluar aja bentar. Nyari suasana baru. Kalo dah ktemu temen diluar sana, dan kamu datang dengan senyuman, mereka pun akan menyambutmu dengan senyum yang sama. Alih-alih, mereka memberikan hiburan dan kegembiraan yang saat itu gak kamu dapetin dirumah dan menghapuskan dukamu.

Tapi inget, keluar rumahnya jangan lama-lama, apalagi sampe niat untuk gak balik pulang. Dunia yang bulat ini berputar kok. Dunia yang kecil ini juga bakalan fana, rusak, g abadi. Tangis dan tawa itu tak akan selamanya. Bisa jadi, suatu saat dunia baru menyenangkan yang baru-baru ini kamu temukan juga akan memberikan luka untukmu.
So, hiduplah dimana saja, kapan saja, berikan yang terbaik, sebanyak-banyaknya.

Aniwei, dari kalimat yang panjang lebar diatas tadi, kalimat terahir aku gak setuju. Kenapa kita harus memperlakukan orang lain seperti bagaimana kita ingin diperlakukan oleh orang lain? Kan kalimat sebelumnya udah jelas, "berikan yang terbaik untuk kehidupan dan untuk orang lain. Sebanyak-banyaknya". Tanpa harus ada embel-embel dan ngarep bahwa orang lain akan melakukan hal yang sama pada kita. Soalnya nih, kebayang gak sih kalo setiap tindakan baik yang kita lakukan, berdasar pada keinginan kita untuk diperlakukan seperti apa yang udah kita lakukan untuk orang lain. Kita ngasih sedekah ke fakir miskin, dengan harapan, suatu saat Allah akan membalasnya -entah lewat siapa- dengan kebaikan. Lha iya kalo kita bisa exactly know balasn itu berwujud seperti apa. Kan nikmat Allah itu beraaaagam banget. Beda kalo kita main email-emailan. Kita bisa dengan mudah nge-check apakah email balasan udah kita terima ato belom. Nah kalo balesan itu dari Allah, bisa beragam banget kan bentuknya. Diberi izin untuk masih menghirup udara dengan normal(lewat hidung lalu mengalir ke paru-paru), masih diberi anggota tubuh yang utuh, gigi yang genap(cuma agak bolong-bolong dikit gerahamnya), masih bisa membagi senyum, dll itu kan merupakan anugerah yang oftenly didn't noticed by us. Hayo ngaku...

Kalo kita dah ngasih sesuatu ke org lain. Trus berharap bahwa orang lain melakukan hal yang sama, bisa "makan ati" nih kita kalo balasan itu ternyata tak kunjung datang. MIsalnya, kita ngalah karena ngeliat piring kotor yang menumpuk dirumah. Padahal harusnya tiap orang rumah tahu, "barang siapa ngotorin piring ato gelas, dia juga yang bertanggungjawab mencucinya". Tapi apa kenyataannya? Just do the thing you think it's right. Inget, tanpa harus berharap bahwa orang lain akan melakukan hal yang sama lho ya.. Soalnya gini, kamu pasti bakal gondok kalo ternyata kejadian tadi berulang-ulang dan selalu saja kamu yang kebagian nyuci cucian milik orang lain. "Yawdah, klo gt tuh cucian diemin aja". Gimana kalo semuanya ternyata pada g peka dan kamu adalah 'the chosen one' untuk melakukan semuanya. Karena kalo bukan kamu yang dengan lapang dada melakukan semuanya, siapa lagi? Mengalah bukan berarti kalah kok. Toh, asalkan kita gak ngarep bahwa orang lain akan melakukan seperti apa yang udah kita lakukan untuk orang lain, semuanya akan terasa lebih ringan. Jadiiii, "berikan yang terbaik untuk hidup kamu dan untuk orang lain, sebanyak-banyaknya. Itu saja". Keep smile yha.. ^-^


-Jika surga dan neraka tak pernah ada-

Senin, 04 Mei 2009

I know you exist

-Kenangan selalu ada. Bagi mereka yang memang ingin mengenangnya, atau tak sengaja terkenang begitu saja. Pahit atau manis, kenangan tetap dengan bentuknya. Atau mungkin ini aku yang sekarang takut untuk "mengenang"? Hawatir kalau-kalau aku malah akan terhenti dan larut lagi dalam kenanganku. Maaf karena aku tak pernah tahu, apakah kau tetap hanyou atau memilih menjadi yokai, menjadi seperti Sesshomaru. Sama seperti ketidaktahuanku, apakah kau bersamaku atau sedang bersama Kikyo. Yang aku tahu, I know that you exist, for me, for Kikyo, for your sword Tessaiga, or even for them-

Selasa, 14 April 2009

Bukan Kemarin

Gundah masih menjajah
Resah masih menggelayut, membuat semua yang terjalani kembali tak berarti. Jalan yang sering kunikmati bersamaMu kini hilang sudah. Tak ada lagi Engkau. Atau aku yang lupa bagaimana cara merasaiMu. Mungkin pula Engkau yang telah berpindah tempat. Dari hati kemudian beranjak sekedar bertengger di otakku. Kini hadirMu tanpa arti, tanpa rasa, tanpa
kata-kata. Jalan yang dulu kita lalui sekarang telah kulupa. Aku hanya memintaMu membawaku kembali kemasa-masa itu, dan jangan pernah lagi mengambilnya. Dariku, pun juga darinya, dari kami.

Bundelan tanya yang kulayangkan padaMu tak terjawab. Pada hari kemarin. Kenapa tak langsung memberikan jawabannya? Kenapa membiarkanku tersesat jauh lagi? Kenapa aku masih saja bertanya jika aku meyakini bahwa Kau punya rahasia dibalik semua ini?

Dan saat Kau kini telah memberikan jawaban padaku. Bukan langsung dariMu. Tapi lewat lumpur-lumpur kotor itu; yang ternyata menyimpan mutiara. Dan mutiara itu tetaplah mutiara. Meski didalam lumpur, kilaunya tetap.
Ketika jawaban yang kunanti itu ahirnya datang. Sekarang. Bukan kemarin. Bukan juga lewat wali-wali para pewaris NabiMu sebagaimana yang aku harap bisa menenangkanku dengan semua kebingunganku, "apa yang harus kutinggalkan; aku lupakan"

Suatu siang, saat hawa panas menyerupai cuilan asap-bergemuruh yang memenuhi neraka terasa sampai ke bumi. Ketika aku merebahkan tubuhku dan serta-merta busa yang menyangga seluruh beban tubuhku menjelma lumpur. Lumpur hidup yang terus menyeretku kedalam tanyaku sendiri. Lumpur kotor-menjijikkan yang ternyata malah membuatku nyaman. Lumpur hitam-lengket yang ternyapa menyimpan mutiara, yang memancar mencuat dari dasarnya. Dan aku malah menikmati untuk berlama-lama berada disana. Tapi sebuah kesadaran menarikku keluar dari lumpur itu. Yang saat aku telah berada ditepiannya, yang kusangka lumpur ternyata adalah tumpukan mahkota bunga mawar putih, semerbak.

Aku tertipu. Oleh semua yang kulihat. Diriku sendiri. Tetap saja, terimakasih Allah, karena jawaban itupun ahirnya datang. Meski hari ini. Dan bukan kemarin

Senin, 13 April 2009

Diri ini bukan seperti yang kau kenal, Fa
Ini bukan jasad dengan sebuah nama
Pergulatan yang memenuhi dada antara malaikat dan setan kini telah dimenangkan
Oleh Setan
Tidak ada lagi malaikat
Malaikat telah mati
Tapi benarkah malaikat bisa mati?
Setan berkuasa, setan memelukku erat.
Tapi aku merasa aku masih mampu melihat cahaya
Darimana?
Lalu suara-suara menjawabku
-Bukankah api-api sumber kehidupan para setan itu juga memancarkan cahaya?-
Apakah sebagaimana cahaya yang para malaikat tercipta?
Benar katanya
-Ketika sebuah kata dari hati yang terluka menjadi sebuah sabda-
Yang aku hina
Bahkan Sang lacur demi mencukupi hidupnya adalah lebih mulia dibandingkan aku
Nama ini tinggal nama
Jasad ini tinggal jasad
Bergeming, entah digerakkan setan atau malaikat yang ternyata masih tinggal
Jawaban yang ku pertanyakan pun tak kunjung ku dengar
Bolak-balik
Morat-marit
Komat-kamit
Aku

Tuhan, aku berada dimana?Aku tidak tengah diantara golongan kanan; mereka yang mengimanimu, yang selalu tergetar pada ayatMu, beribadah padaMu meski tanpa iming-iming surga lalu Engkau datang dengan janjiMu
Apa aku ditengah kiri; mereka yag mengingkari dan tak pernah sekalipun menghiraukan ayatMu lalu Engkau datang dengan siksaMu. Tapi Tuhan, rasanya aku bukan bagian dari keduanya. Lalu aku dimana? Dan Engkau dimana? Masihkah bertahta dalam hatiku?

Senin, 16 Maret 2009

Malesnya berangkat ke sekolah

Pagi tadi matahari sudah cukup tinggi menyingsing pas aku bangun tidur selepas subuh tadi. Jam 8.20, mataku melirik hape yang selalu setia berada didekat bantalku sepanjang malam. Wah, hari ini musti masuk sekolah ni. Aku menggeliat mengusir rasa malasku. Tapi malah kugulung badanku dibawah selimut saat sejenak kemudian aku disambut angin dingin. Ya, belakangan cuaca diluar memang unpredictable. Kemarin-kemarin sempat badai debu selama tiga hari gak berenti-berenti. Padahal saat ini kan winter. Beberapa hari yang lalu aku malah sempat salah kostum. Pas aku ngecheck udara dengan cukup keluar ke balkon kamar flatku tu panas. Eh taunya, pas malemnya kan aku masih diluar, nah udaranya jadi berubah windy plus duingiiiin banget. Hadooooh...

Begitulah, sebagaimana cuaca yang gak ketebak itu pula yang jadi alasan pendukung kenapa aku jadi ngelasa males-malesan berangkat sekolah pagi ini --halah, emang kamunya aja kali yang males O'--. Yah, setelah pergulatan suara hati yang begitu sengit -halah-, dan setelah menimbang baik-buruknya, ahirnya diputuskanlah untuk berangkat ke sekolah :D

Dingin.. Ya, diluar dingin. Tapi dengan semangat '45 demi tak ingin mencecap pahit yang pernah terasai olehku dulu, aku pun berangkat ke sekolahku yang tidak mengharuskan muridnya hadir setiap hari itu. Ah, rasa malas dan berat itu memang hanya terasa saat aku masih diatas kasur tadi. Toh setelah aku melangkahkan satu kakiku, semuanya terasa ringan. Apalagi setelah sampai disini, di sekolahku. Uuuuuughh... wangi angin yang sangat menyenangkan disini. Berdasar tata letak sekolahku, kelasku terletak setelah kampus kedokteran gigi dan kantin sekolah. Jadi saat datang dari gerbang sekolahku, kalian akan melewati gedung untuk anak-anak psikologi. Disusul selanjutnya kampus kedokteran gigi itu tadi yang sebagian kelasnya dipakai untuk anak theologi tingkat 1. Berjalan semakin jauh dengan struktur bangunan yang semakin masuk kebawah -seperti tertanam didalam bumi- maka kemudian dua kantin berjajar penjual macam-macam sandwich, pizza dan snack-snack ringan beserta minumannya. Nah, setelah itu baru deh urutan kelasku yang terletak di bangunan lama sekolahku -universitasku, maksudnya- :D

Nah aku tuh paling suka kalo berada di area kantin sini. Karena disini ini tempatnya para bidadari berkumpul. Entah mereka itu baru hendak masuk kelas, atau selesai mengikuti kelas pelajaran mereka, atau mereka yang hanya menjadikan kantin ini tempat janjian dengan temannya. Entah. Tapi aku suka saat berada disini. Aku bisa melihat banyak bidadari. Mau kecantikan yang sepeti apa? Jutaan kecantikan ada disini. Mau bentuk hidung bangir seperti apa? Kekreatifan Tuhan ada disini. Mau style baju yang kaya' apa? Semua ada disini. Bidadari-bidadari itu memang tidak pernah tahu bahwa seorang manusia sedang menikmati keindahan mereka disini. Ah, kalau sudah begini rasanya menyesal juga kenapa tadi sempat terbersit untuk malas ke sekolah.

Agar tak dicurigai oleh bidadari-bidadari itu, aku meneruskan perjalananku seperti biasa. Kemudian hatiku dikagetkan oleh sebuah pandangan sepasang mata didepan sana. Itu Zanuba!
Hei, apa kabar mbak? sehat kan? Aku menyapa bidadri itu
Hamdulillah.. Baru mau masuk kelas ya?
Iya nih
Hup. Sebuah tangan mungil menyelinap masuk dicelah lenganku dan menggandengku
Pagiiiii,
sapanya. Sekarang Lilis.
Oke deh, aku juga mau ngurus administrasi untuk perpanjangan izin tinggal dulu ya, Zanuba pamitan. Kujawab dengan senyum. Aku menuju kelasku ketika dari belakang terdengar seseorang memanggil pelan namaku.
Ukhtiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii, teriakku saat tahu siapa yang berada dekat dibelakangku. Entah kapan terahir aku ktemu ukhti Zulfa, yang aku tahu aku begitu merindukannya. Merindukan wajah teduhnya yang selalu tertutup cadar dan hanya menyisakan kilau matanya tiap berada diluar rumah. Dan aku juga merindukan cerita-ceritanya, dan senyumannya. Aku memeluknya erat.
Alhamdulillah, terimakasih karena mentakdirkan aku untuk ke sekolah, jadi aku bisa ketemu teman lamaku, Allah.

Aku berjalan pelan bersama ukhti Zulfa saat beberapa jarak dariku ada bidadari lain yang lewat begitu saja.
Ebah!!
panggilku sedikit berteriak.
Hwaaaaa... O'o.... Kecantikan itu mendekatiku. Cipika-cipiki. Sebentar bertanya kabar dan membuat janji. Iya, hanya sebentar pertemuan kami tapi membuatku selalu mensyukuri takdirku hari ini.

Begitu kelas diahiri, aku pun keluar dan beranjak meninggalkan sekolah. Ketika berada di taman sekolah, aku berteriak histeris ketika melihat bidadari lain yang menghampiriku; Chopi.... Itu juga ada Jessy, ada Putri. Hwaaaa.. Allah, hari ini aku ktemu banyak banget temen-temeeen..
Mereka yang, bagiku mungkin butuh waktu lebih dari sehari jika sengaja menyempatkan diri maen kerumah mereka masing-masing yang terpisah-pisah. Tapi cuma dengan berangkat ke sekolah, aku bisa ktemu mereka, menyapa mereka, bercengkrama dengan mereka, memeluk mereka. Makasih Allah, meski sempet males, ahirnya tadi aku berangkat sekolah juga ^0^

Jumat, 13 Maret 2009

Pelukan

Pernah baca "Chicken Soup for Soul" gak? Dulu pas ulang tahunku ke 17, Kakakku yang cowok --kakak pertamaku-- ngasih aku hadiah buku itu. Isinya tu, uuughh... baguuuuus banget. Membangkitkan semangat, menentramkan jiwa, memberikan alasan-alasan logis kenapa kita harus berbuat baik, tentang kekuatan senyuman, dan satu lagi;manfaat sebuah pelukan.
***

Suatu malam, tersebutlah sebuah keluarga kecil ditengah hutan belantara. Bukan. mereka bukan tinggal sendirian. Mereka memiliki tetangga disekitar rumah mereka. Namun sayangnya, lingkungan tempat mereka berada adalah sebuah lingkungan padat penduduk tanpa keramahan. Hidup mereka dipisah oleh daun pintu rumah. Begitu daun pintu sebuah rumah itu tertutup, maka terputus pula segala bentuk interaksi dengan dunia luar, kecuali interaksi yang terjadi didalam rumah itu sendiri. Bahkan bukan tidak mungkin, didalam rumah itu sendiri kehidupan pun masih dipisah, oleh hal yang sama;daun pintu kamar!

Tersebutlah Nila, Mila dan Kila. Sebagai bungsu, justru Nila menjadi anak paling rajin diantara kedua saudara tuanya. Setiap pagi dia membereskan ruang tamu, mencuci piring sisa makanan pada malam lalu dan membereskan apa-apa yang perlu di rapikan. Begitu yang terjadi sepanjang pagi di tiap harinya.
Sesekali, Nila merasa jenuh juga jika harus terus-menerus mengalah menghadapi sikap acuh takacuh kedua kakaknya.
"Kalau kamu merasa lelah untuk mengalah, berarti kamu selama ini tidak benar-benar mengalah ya?", begitu tanya Nila pada dirinya sendiri. Dan kalimat sama yang diulang-ulang didalam otaknya itulah yang membuat dia bertahan.
Namun apa mau dikata, sebuah kewajaran ketika Nila tidak lagi mampu bertahan dengan semua kegiatan monoton yang dilakukannya sehari-hari .
Paginya pun berubah. Yang tadinya penuh dengan kegiatan, sekarang hanya diisinya dengan tidur, tidur dan tidur. Padahal Nila sudah tidur semalaman, tapi ya mau gimana lagi.
"Masa aku lagi yang masak sarapan? Masa aku lagi yang beres-beres rumah? Masa aku lagi...??!!", batin Nila. Dan suara-suara yang biasa memberi semangat Nila untuk melakukan banyak hal, kini bisu. Tak terdengar.

Tampaknya suasana musim dingin tidak hanya terjadi diluar rumah saja. Bahkan, masuk hingga kedalam rumah Nila sekeluarga. Nila kini yang juga jadi ikut-ikutan acuh-takacuh. Rumah berantakan, gak ada lagi sarapan tiap pagi, piring menumpuk di wastafel dapur.. Ah, semuaaaanya kacau.
Rapat keluarga pun digelar. Nila mulai disidang oleh kakak-kakaknya.
"Nila, kamu kenapa sih ahir-ahir ini kok berubah?", tanya Kila si sulung.
"Kakak udah jarangn melihatmu terbangun saat kakak bangun. Biasanya kan kamu yang paling awal bangun dirumah kita", sambung Mila.
"Iya! Aku yang paling awal bangun. Aku juga yang membereskan rumah. Selama ini juga aku yang menyiapkan sarapan. Aku, yang sering membereskan semua apa yang kalian tinggalkan. Dan kalian gak pernah tahu hal itu, karena kalian saat itu masih tertidur!!!", Nila berteriak membela diri. Dan suara hatinya itu hanya terdengar oleh telinganya sendiri. Sedangkan Mila terlihat bingung dengan sikap adiknya yang bungkam.
"Ya sudah", kata Kila memutuskan, "sekarang kita buat kesepakatan, bagaimana kalau kita menjaga dan memelihara rumah kita bersama-sama." Sambungnya.
"Lho, memang seharusnya begitu!", protes suara hati Nila.
Hati Nila nelangsa, batin Nila tersiksa. Entah kenapa, Nila merasa kata-kata kakaknya barusan begitu menyakitinya. Seolah selama ini rumah memang tak terurus. Tapi bukankah selama ini Nila yang membereskan semuanya? Meski memang mungkin kakak-kakaknya tidak perrnah tahu karena mereka pasti masih terlelap saat Nila melakukan semua aktifitasnya dipagi buta. Nila ingin menangis, Nila ingin melelehkan semua sakit hatinya lewat airmata yang mengaliri pipinya. Tapi Nila tidak ingin menangis didepan kakak-kakaknya. Nila tidak mau terlihat lemah didepan mereka. Biar saja Nila yang merasakan semua. Tak perlu lah memberitahu mereka bahwa selama ini justru Nila yang telah melakukan banyak hal untuk mereka. Nila ingin menangis, Nila ingin dipeluk...
Hati Nila semakin terbebani saat diingatnya bahwa biasanya Peri Bunga selalu datang menawarkan pelukan saat dia ingin menangis seperti saat ini. dan entah bagaimana, Nila tak pernah tahu, pelukan hangat dari Peri Bunga yang tubuhnya lebih kecil dari Nila itu mampu memberikan kehangatan yang mengaliri seluruh tubuhnya melebihi jaket bulu panjang yang sering dikenakannya saat musim dingin. Tapi kini sedang musim dingin, Peri Bunga tak mungkin berada diluar sana. Karena peri bunga hanya muncul di selain musim ini.
Lalu Nila juga teringat pada Yiba, sahabat terbaik yang sudah dianggapnya sebagai kakak, yang selalu menyediakan pelukan sayang untuknya saat Nila memintanya. Tapi saat ini Yiba sedang berburu di rimba. "Akankah Yiba merasakan bahwa seseorang membutuhkan pelukannya saat ini?", tanya Nila pada hatinya. Namun malam hanya menjawab dengan hembusan dinginnya. Hati Nila benar-benar nelangsa kini. Tak satupun pelukan didapatkannya. Tidak dari Peri Bunga, tidak pula dari Yiba.
"Allah, Nila pengen nagis..." Dan airmatapun meleleh.
Airmata Nilapun membuncah dari bendungannya. Nila menangis karena merasa lelah dengan semua ini. Nila juga menangis karena merasa sendiri. Nila ahirnya menangis...
Malam masih sepi, menyisakan hembusan beku. Suasana musim semi semakin menambah kekakuan yang tercipta. Nila masih ditengah tangisannya ketika dia rasakan sebuah hawa hangat pelan-pelan menyentuh pundaknya. Rasanya seperti sentuhan Peri Bunga.
"Tapi Peri Bunga tak mungkin ada disini." Ia menyapukan pandangannya keseluruh ruangan. Dan memang Peri Bunga tak ada disana. Sentuhan hangat itu semakin terasa merengkuhnya. Seolah terbawa dalam hangatnya kasih, Nila semakin larut dalam tangisannya didekap pelukan tak bertuan. Dan ketika Nila mulai menyadari bahwa tak seorangpun yang memluknya, ia kemudian tahu bahwa yang kini mendekapnya dengan kehangatan adalah Allahnya! Disaat semua kemungkinan tidak mungkin lagi terjadi, saat itulah usapan tangan Allahnya menepis airmata yang berjatuhan. Nila kini tak sendirian lagi, Nila kini tak nelangsa lagi. Nila mendekap balik kehangatan yang sekarang dirasakannya, "Nila sayang Allah...", akunya.
Malam musin dingin dengan tangisan Nila ditengahnya. Tanpa Peri Bunga. Tanpa Yiba. tapi Nila selalu punya Allah yang akan menemaninya kapan saja..

Selasa, 03 Februari 2009

Ada cinta dimana-mana...


Weits weits weits, ada apa nih kok tiba-tiba aku ngebahas satu hal sensitif ini yha? Jadi ceritanya, aku dah gak betah banget buat nulis "cinta" yang aku temui dimana-mana dalam waktu ang berdekatan ahir-ahir ini. And those stories are...

***

"Ada dua hal yang gak bisa disembunyikan didunia ini; batuk dan cinta", setuju gak ama ungkapan diatas? Secara rasio, batuk yg disebakan karena gatel yg terasa ditenggorokan emang gak bisa banget kita sembunyiin. Pasti deh kita harus memompa oksigen dari dalam paru-paru untuk membantu ngilangin gatel yg kita rasain ditengorokan itu tadi dengan 'batuk'. Atau minimal dengan ber-dehem deh. Tapi yg pasti, orang lain disekitar kita pasti tau kalo kita lg batuk(g lucu dong, klo ngaku batuk tp gak bersuara, hehehe..) Iya to?. Yg kedua; cinta. "Serius lo, cinta bs kok dipendem aja didalam hati". Sumpe lo??? Secara, mungkin aja sih kita diem seribu bahasa, g mau mengakui kalo cinta tuh ada dihatimu. Tapi bahasa tubuh dan smua hal yang muncul dari hatimu gak akan bisa berbohong.

***

Uta gak pernah bilang kalo dia gi suka ama seorang cewek. Selain karena dia emang orangnya pendiem banget, dia emang selama ini gak mau mengakui kalo dia suka nih cewek. Dia selalu menghindari perasaannya, berdalih bahwa yang dia lakukan selama ini adalah profesionalisme kerja yang dia geluti. Namun yang tidak Uta tahu, semakin dia menghindari dan mengingkari perasaan cinta dihatinya, semakin perasaan itu tertanam kuat dan tumbuh. Begitupun si cewek yang sama-sama keras kepalanya, g mau mengakui perasaannya. Ngakunya sih apa-apa yang dilakukan selama ini tuh buat ngerjain dan ngrepotin Uta aja, pengen aja sekali-kali ngeliat Uta yang gak pernah marah itu, marah. Whatever...

Suatu saat, Uta, si cewek beserta rombongan lain termasuk aku gi jalan-jalan. Secara bergilir, kita gantian meleknya buat nemenin supir. Maklum, perjalanan keluar kota gitu, jauh. Selama sang supir dah ada yang nemenin ngobrol maka yang lain tidur deh, nyimpen tenaga buat pas gantian bertugas nanti.

Sore itu tugasnya si Hiu putih nemenin bu supir. So, yang duduk disedan bagian belakang tuh aku, Uta ma si cewek itu. Suasana yang isinya pohon2 dan tiang lampupun bikin perjalanan jadi melow dan bikin ngantuk, meski langit masih agak terang dengan matahari yang bersiap tenggelam ditelan samudra.

"Awas tuh ya, ntar pas tidur jangan-jangan Uta nyuri-nyuri pandang kekamu", kata Hiu putih manas-manasin.

"Idiih.. ngapain jg. Mending ngeliat jalan deh." Kilah Uta

"Awas ya kalo sampe aku kesentuh. Meskipun gi bobok dan gak sadarkan diri, kita tetep musuh!" si cewek meng-ultimatum.

Gak tau kapan aku terlelap, setauku pas aku bangun langit udah berwarna gelap. Dan saat aku menoleh kearah Uta, know what??? Uta ma si cewek gi bobok saling menyandarkan kepala gitu. Rukuuuun banget. Halah, kalo gi pada bangun aja dah kaya Tom&Jery, tp klo bobok dan gak sadar gitu, hati mereka membawa kejujuran bahwa mereka sebenarnya "dekat". Uta tersentak karena mobil yang terantuk kerikil jalan yang tak terlihat oleh bu supir, gi badai kabut dan pasir nih ceritanya. Sedangkan si cewek, mungkin saking capeknya habis nemenin bu supir, msh terlihat tertidur pulas. Secara, aku yang takut ketahuan kalo lagi merhatiin Uta dan tuh cewek, langsung pura-pura bobok lagi. Selain, aku pengen aja ngeliat gimana reaksi Uta kalo tau cewek yang "nyebelin" itu nyandar dibahunya. Bu supir kembali nge-rem mendadak pas tau ternyata kita memasuki jalan yang gi dalam renovasi. Mobil pun bergetar agak keras karena permukaan jalan yang g rata. Yang bikin aku kaget adalah reaksi Uta, yang ternyata malah menggeser posisi kepala si cewek agar bersandar dengan nyaman dibahunya, dan memegangi kepala sang cewek agar tak terlalu merasakan guncangan mobil. Dan saat medan tak mengenakkan itu berlalu, Uta kembali meletakkan kepala si cewek dibahunya agar tetap terlelap nyaman. Ealah...

***
Sebenarnya ada satu anggota tambahan yang ikut traveling diatas. Tapi dia spesial soalnya gak kebagian jaga nemenin bu supir soalnya dia masih dibawah umur, baru 10 tahun, hehehe... Enggak tahu gimana ceritanya, yang aku tahu dia udah ikut aja kedalam mobil. Tapi yang pasti, kita udah dapet legalisir dari Ayahnya buat ngajak tuh anak jalan-jalan. Kita pikir izin ke Ayahnya aja udah cukup. Tapi kita salah juga sih, kenapa gak izin ama Bundanya yang hidup terpisah. Nama anak ini Isha. Tadinya direncanakan jalan-jalannya cuma sehari. Tapi karena beberapa pertimbangan, ahirnya kita nambah sehari lagi. Alhamdulillah dapet izin dr sang Ayah. Sepanjang perjalanan pulang, HP bu supir gak pernah berenti dapet telepon dari Ayahnya Isha yang nanyain keberadaan putri tercintanya. Yang jawab telepon aja ampe cape ngejawabnya, hehehhe....

Sesampainya kita di Cairo lagi, terlihat sang Ayah sudah menunggu kami(nunggu putrinya ding, hehehe). Aku ma temen-temen laen masih bersih-bersih mobil, ngluarin barang pribadi dari mobil dan hendak mengembalikan tu mobil sewaan ke pemiliknya. Dan pas aku masuk rumah, yang terlihat tu Isha ma Ayahnya sedang berpelukan erat sekali.

"Wah, Isha kangen2an ama Ayah ya?", kataku sekilas lewat didepannya. Isha hanya menjawab dengan senyuman. Dia sedang menyimak kata-kata Ayahnya yang treucap pelan, yang sengaja tak kudengar pas lewat itu tadi, "Ayah kangen Isha. Ayah nyusul Isha kesini, tapi Isha udah gak ada. Ayah lupa kalo Isha ikut mbak2 ama mas2nya jalan-jalan..."

"Ya Allah, mereka hanya berpisah 2 hari, tapi kerinduan telah terlalu memenuhi dada", gumam hatiku.

***

Paginya, setelah begitu nyenyaknya istirahat sepulangnya dari luar kota semalem, aku yang bangunnya paling telat kemudian diberi tau ama bu supir kalo Bundanya Isha pagi-pagi banget tadi ngejemput Isha untuk dibawa pulang. Kata Bunda Isha, beliau udah seminggu lebih gak ngeliat Isha. Ayah Isha katanya gak ngasih izin ke Bunda Isha buat ketemu Isha, even on the phone. Bunda Isha dateng marah-marah gitu. Marah ke Ayah Isha, marah ke Isha kenapa gak pernah ngasih kabar ke Bunda, dan ke kami yang udah ngajak Isha jalan-jalan tanpa sepengetahuan Bunda Isha.

Kehawatiran Bunda Isha, dan kemarahan beliau itu karena beliau begitu mencintai Isha, bukan?

***

Cinta bukan hanya yang terjadi pada hati Uta. Atau pada siapapun mereka yang merasa ingin memberikan yang terbaik untuk seseorang. Pelukan Ayah Isha, kemarahan Bunda Isha juga merupakan warna lain cinta. Aku melihat cinta dimana-mana. Juga pada seseorang yang sunyi bersuara, "Aku kini benar-benar berempati pada mereka yang pernah terpisah dari orang yang mereka sayangi..."

Rabu, 21 Januari 2009

Pilihan

Dunia dan kehidupan menghidangi kita banyak sekali pilihan.
Baik,
buruk,
hitam,
putih,
pelangi,
kanan,
kiri,
depan,
belakang,
menjadi orang nomor satu,
menjadi pengurus OSIS,
menjadi orang biasa,
mengikuti trend,
fashionable,
jadi diri sendiri,
menciptakan fashion sendiri,
jadi dokter,
petani,
nelayan,
kuli,
pegawai,
wiraswasta,
ya, dan
tidak

--Tania memilih menjadi wiraswasta, dia bangun sendiri butik aksesoris impiannya dan beberapa kali dia memilih untuk membuat sendiri pernak-perniknya.
--Bagi Harun kecil, menjadi dokter adalah cita-cita mulia. Dan hingga dia menyelesaikan kuliah kedokterannya, dia masih dengan pandangan yang sama ttg "menjadi dokter"
--Meski Ratna tau resiko berat yg akan ditanggunya, dia menjawab "iya" saat diajak Anto climbing
--Demi kelangsungan hidup, bbrp org memilih untuk melacurkan dirinya
--Demi menikmati masa muda, seorang Intan menyibukkan diri dengan segala bentuk kegiatan ekstra kulikuler. Berbeda dgn Indah, kembarannnya, yang lebih memilih diam dirumah dan berkutat dengan bukunya
--Seorang teman terlihat tak cenderung kesalah satu dari sekian banyak pilihan. Dan jawabnya saat kutanyai; "Memilih untuk tidak memilih jg sebuah pilihan, bukan?"
--Masih belum hilang ketidakpahamanku, aku dihadapkan pada ketidakpahaman yang lain ketika seorang teman yg lain berkata, "Aku memilih untuk memilih lbh dari satu pilihan"

Sabtu, 17 Januari 2009

Diantara



Saat masih remaja, aku bangga
kalau dianggap dewasa

Tapi saat aku telah tepat berada dipenghujung remajaku,
aku malah dengan childishnya bilang, "aku gak mau dewasa..."