Kamis, 25 Juni 2009

Perasaan Paling Menenangkan


Lately, I used to hate someone. Padahal dia berada didekatku. Tapi gak tau kenapa, aku ma dia jarang bisa "nyambung". kebayang dong, tiap beberapa jam sekali ketemu, tapi yang ada kita tuh cuma diem-diemaaaan terus. Sakit sih. Makan ati. G tau deh. Pokoknya gitu. Bawaannya tuh aku sering berprasangka yang enggak-enggak mulu ama dia. Entah dulu gimana awalnya, tapi setauku kita semakin jauh, semakin ngerasa asing, semakin membenci, asing. Selama ini sih dia baik-baik aja. Karena meski terkesan g ramah denganku dan beberapa org disekitarnya, dia punya sahbata baik yang selalu nyempetin buat main kerrumah dan menghibur dia. Sesekali, sahabat baik dia itu mengajaknya jalan-jalan keluar. Anehnya, meski aku gak memungkiri kalo hatiku seringnya benci tiap ketemu ato berinteraksi ama dia, aku selalu menikmati gelak yang terdengar sampai keluar kamarnya saat sahabat baik dia melontarkan sebuah humor. Aku juga suka matanya yang berbinar setiap kali membuka pintu rumah, dan mendapati sahabat baik dia ada dibalik pintu sana. Ada kelegaan di hatiku pada tiap senyuman yang muncul diwajahnya.

Sampai suatu ketika, sahabat terbaiknya pergi berlibur. Hanya sementara, sebenarnya. Tapi sperti yag kuceritakan tadi, hanya sahabat baiknya itu satu2nya orang yang bisa memunculkan ekpresi di wajahnya. "Seluruh hari akan kembali bisu. tak akan ada lagi gelak untuk sementara", pikirku. Aku merasakan sedih yang dia rasakan saat kepergian sahabatnya itu. Aku ingin menghiburnya, tapi urung. Karena kupikir, aku tak akan pernah bisa melakukan hal itu setelah semua yang terjadi diantara kami selama ini. kebekuan tak akan mencair hanya karena sedetik peristiwa. Entahlah.

Malam setelah keberangkatan sahabatnya itu, kudengar ada sebuah isak tangis tertahan. Seorang temanku mengetuk pintu kamarnya dan mendapati dirinya menangis. Benar-benar menangis! Benar-benar sedih! Entah dorongan darimana. Mungkin intuisi. Aku sertamerta masuk kedalam kamarnya. Sedangkan teman yang berinisiatif untuk membuka pintu kamar miliknya, hanya terhenti di pintu kamar. Intuisiku bekerja lagi. Aku mengusap kepalanya, merasakan getaran dari isak yang ada. Perlahan, kata-kata pun keluar dari mulutku, mencoba menengakannya. Lalu seketika semua benci dihati hilang. berganti empati. Trus aku nyadar, ternyata perasaan paling menyenangkan adalah menyayangi. Bukan membenci.

Tidak ada komentar: