Sabtu, 16 Agustus 2008

Stimulan-Reaksi


Tumben2nya, hari ini tadi aku bangun sedikit lebih awal dari biasanya. Tumben2nya lagi, aku buka liputan6 dan 'ngeh' buat nyimak berita apa aja yang ada dsana(mungkin gara2 inget pesennya Elok buat nambah wawasan kali yha, hehehh...). Whatever, sambil sarapan nasi putih ma kerang yang dibawa Kak Aini dr Alexandria sono(eits, ngiler tuh) dan dimasak dengan lezatnya oleh duet maut penghuni kos-an kami --Kak Aini&Kak Fatma, red-- aku menyimak berita yg dibacakan.
..."Bupati Purwakarta harus mundur dari jabatannya!!!"... sebuah pernyataan tegas yang keluar dari seorang warga yang ditodong corong oleh reporter mengalihkan perhatianku yang sesaat sempet konsen ke kerang ditanganku yang agak sulit dibuka cangkangnya. Setelah kemudian konsentrasiku kembali pada layar laptop(pinjeman), aku kemudian mulai paham apa yang terjadi. Ternyata eh ternyata, tuh Bupati Purwakarta-Jawa Barat dituntut mundur gara-gara diaggap menistakan agama Islam oleh warga setempat. Warga berbondong-bondong turun ke jalan(kayak lagi karnaval gitu --duh, g sabar amat nunggu karnaval Agustusan yap--) dan meneriakkan tuntutan yang bernada hampir sama, tentang mundurnya Bupati setempat dari jabatannya. Nah, yang memicu emosi itu, ketika Sang Bupati pernah memberikan pernyataan seperti ini, "Seruling dan gendang itu lebih mendekatkan diri saya pada Allah".
"Pernyataan ini benar-benar telah menistakan agama kami(Islam)! Bagaimana mungkin sebuah seruling dan gendang bisa lebih mendekatkan diri pada Allah. Padahal kita ummat Islam tau, bahwa hal yang mampu mendekatkan kita pada Allah itu ya al-qur'an. Ini kan jelas-jelas mengesampingkan al-qur'an, namanya". Komentar warga, masih dari orang yang sama dan corong yang sama. (Nb: diksinya aku sendiri yg bikin. Tp insyaAllah substansinya gak melenceng dari maksud nara sumber sebenarnya)
"Ya!!!betul... Bupatinya mundur saja!!!" terdengar sebuah suara lantang dari rekan warga yang sedang diwawancarai(pengen masuk tipi ya Pak, minimal suaranya lah yg masuk tipi :D piss. Becanda, sumprit becanda doang)


"Turunkan Bupatiiiiiiiiii..." masih terdengar teriakan-teriakan warga yang terlihat menduduki kantor Bupati saat mendapati bahwa Sang Bupati yang dicari tidak sedang berada ditempat dan tidak diketahui keberadaannya(ngumpet gitu)
Lha iya, gimana nggak ngumpet? lha wong dapet tamu dadakan seabreg gitu, apalagi dengan tuntutan untuk turun jabatan.

Hhhhmmm...nyam..nyam... masih sambil ngunyah sarapan, kok kemudian terbersit dibenakku tentang reaksi yang muncul pada ratusan warga tersebut. Uuuumm... apa reaksi mereka itu tidak terlalu berlebihan to? Mungkin aja Bupatinya punya alasan dengan pernyataannya tersebut. Warganya tu, kok ya nggak bertoleransi dikit, gitu. Lha wong Bupatinya sama-sama orang Islam ini(kan al -muslimu akhul muslim --kabeh wong Muslim kui kekancan--) pastinya dia juga tau kalo Al-qur'an itu lebih mendekatkan diri pada Allah. Mungkin juga, ada maksud secara tersirat dari kalimat Bupati itu. Atau...bisa jadi ada kalimat-kalimat yang secara tersurat tuh mahdzuf(dibuang) --ceritanya kayak di ilmu kesusasteraan Arab gitu yang kadang membuang atau membuat sebuah kalimat menjadi panjang bertele-tele demi sebuah 'keindahan bahasa'--(aku ya ndak tau, kan cuma bikin list-possibility).
Thus, tuntutan warga kepada Bupati untuk "seketika mundur" dari jabatannya, apa itu juga bisa dibenarkan begitu saja? Nah, kalo Bupatinya beneran turun jabatan, melepaskan semua tanggungjawab, trus dia nggak punya pengganti? siapa yang mau ngurusin hajat hidup orang sekabupaten situ? (ya, kan ada wakilnya O'. Bisa aja tuh wakilnya yang ngegantiin dia). Bisa aja sih, atau juga digantikan orang yang mereka angap 'layak' untuk menggantikan Sang Bupati. Tapi apa iya ada yang bisa menjamin bahwa Sang Pengganti itu bisa lebih baik dan lebih layak untuk menggantikan Bupati sebelumnya? (Lha kan nanti yang bakal menggantikan Bupati itu yang milih rakyat, O') lha emang-e Bupatinya dulu tuh yang milih siapa? rakyat juga to?(iyo, menowo). Gimana kalau tuntutan untuk "mundur" itu diganti dengan "memberikan pernyataan minta maaf" dibarengi dengan perbaikan diri(pernyataan, sikap dan tindakan), tentunya. So, kalau sekiranya reaksi yang diberikan atas stimulan dari Bupati itu tadi disikapi dengan emosi yang tepat pada waktu dan tempatnya --dengan adanya tasamuh(toleransi) dan 'kesempatan kedua'(Waduh, kebanyakan nonton pilem kamu O')-- kayaknya sang Bupati juga gak akan menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan to make everything's better. Setidaknya, dengan toleransi yang diberikan, Bupatinya juga pasti bakalan mikir, "Oalah... saya salah ya". Kita semua juga ma'lum dengan kata bijak ini to:"Kita selalu bisa mengambil pelajaran pada tiap kesalahan yang kita lakukan". Inget, berapa kali tuh Pak Dhe Einstein secara tidak sengaja melakukan banyak kesalahan hingga ahirnya menemukan semua teori dan aplikasi yang saat ini kita kenal(Sori, nggak bisa ngasih contoh penemuan dia, akunya yang katrok. Pokoknya setauku, dia tuh terkenal sebagai "orang pinter plus jenius") :D
Haaaah... Bupatinya juga nggak seharusnya malah ngumpet gitu. "Hadapi dengan senyuman. Semua yang terjadi biar terjadi. Hadapi dengan tenang jiwa, semua akan baik-baik saja". Kata-kata dari Ahmad Dhani barusan emang nggak gampang dilakukan, tapi akan "lebih gak gampang" lagi, kalau kita "nggak pernah mencoba" untuk melakukannya. Piye? setuju nggak?
Aku juga jadi heran ma sekian ratus warga yang demo itu. Lha wong marah kok barengan? janjian apa ya? Kenapa juga tambah banyak aja orang-orang yang jadi reaktif banget dengan sedikit saja stimulan yang mereka terima. Aku jadi keinget Kak Sofi(kakak kandungku. Luv you bro, mmmuuach...mmuuuaacchhh *halah*) dulu pernah bercerita, memberi pelajaran padaku. Jadi ceritanya gini; waktu itu Kak Sofi nanya apakah aku tau perbedaan reaksi yang timbul jika aku mengocok(shake) sebotol air putih dan soda pada botol berbeda. Nah, aku, yang emang dari kecil udah keliatan ....(stop..stop.. sensor. Kumat deh O' narsismu) itupun dengan mantap mampu menjawab pertanyaan Kak Sofi, "ya tau laaaah... yang namanya soda itu ya, pastinya bakalan meledak dan muncrat-muncrat kemana-mana pas abis dikocok. Beda ama air putih biasa, dia bakal tetep tenang dan sesekali hanya terlihat gelembung udara kecil-kecil yang muncul dari proses pengocokan tadi yang kemudian gelembung kecil itu naik kepermukaan air hingga ahirnya hilang dan menguap menjadi udara begitu saja". Jawabku. "Seeeeep.. itu baru adekku, Kamu tuh emang pinter, sama kayak aku"(Hoalaah... ternyata Kakakmu gak kalah narsis ma kamu O' --piss bro. guyon--). Back to topic, kalimat yang kemudian muncul dari seorang Kak Sofi berikut ini yang membuatku terpana hingga saat ini, "Nah, begitulah hidup dan bagaimana kita menyikapi setiap stimulan atau rangsangan dari luar yang masuk. Kamu tinggal pilih, O'. Mau jadi sosok yang reaktif seperti soda gitu atau tetep tenang seperti air putih tadi. Katakanlah, 'pengocokan' tadi sebagai 'stimulan dari luar'. See, soda itu akan meledak-ledak dan reaktif banget meski kadang kita ngocoknya dikit aja. Sedang air putih? dia tetep tenang plus fine-fine aja meski dikocok sampe capek. Bahkan, Sang air putih tadi mampu menetralisir semuanya, mengangkat gelembung-gelembung kecil udara yang muncul dari pengocokan yang terjadi kemudian membuat semuanya kembali tenang". Begitu Kak Sofi mengahiri 'dongeng'nya aku pun tak kuasa menahan diri to hug him tight sebagai 'reaksi air putih' atas stimulannya barusan dan memberitahunya betapa aku menyayanginya :)
*huwaduh, jadi kangen Kak Sofi, hiks... Kapaaaan yo aku 'layak' balik ke Indonesia*

Be-te-we, tulisan ini cuma reaksi seorang "outsider" gara2 abis nonton berita yang cuma sekilas itu tadi. Mana beritanya gak jelas, lagi. Nggak disebutin itu pernyataannya dinyatakan pas event apa...gitu(kali aja ngaruh kalau dikaitkan dengan sikon pas Bupatinya ngomong gitu. Kali aja ada sebab-musabbabnya kenapa sampe ngomong kaya gitu). Dan inget, yang namanya "wong ndelok iku namung biso nacat" (Orang yang melihat saja --tanpa tau dan nggak mau tau proses terjadinya sebuah karya-- itu hanya bisa mencela) gitchu ngendikane Ibukku. Waktu Ibukku ngendikan gitu tuh aku pas kelas 2 Aliyah(setingkat SMA), trus aku juga masih imut...(halah, udah O'. Ceritanya gak selesai-selesai. Lha wong yang diceritain aja dah ngantuk gitu) :P
Piiisss...
***
"Demikian, warga meminta Bupati untuk meminta maaf kepada seluruh ummat Islam di Purwakarta serta seluruh Muslim se-dunia" berita ternyata masih berlanjut.
"Oooh.. Alhamdulillah, Bupatinya ahirnya cuma disuruh minta maaf doang" gumamku.
"...Tapi warga tetap menuntut Bupati tersebut untuk segera mundur dari jabatannya!".
"Lho???!!!"
(beritanya abis, sarapanku juga)




*penulis adalah orang Jateng yang bercita-cita pengen tinggal di Jateng jg(g melancong kemana-mana lama-lama, gitu, maksudnya) semoga tulisan ini nggak subjective ya
^.^

Tidak ada komentar: